Kami akan mendukung keberadaan KPK yang dalam praktik pemberantasan korupsi telah menjadi tumpuan harapan masyarakat.

Komitmen itu tertuang dalam dokumen Nawa Cita, sembilan agenda prioritas, yang disampaikan calon presiden Joko Widodo dan calon wakil presiden Jusuf Kalla kepada Komisi Pemilihan Umum. Pada halaman delapan dokumen itu ditulis komitmen kuat Joko Widodo-Jusuf Kalla melawan korupsi. Ditegaskan, "Kami akan menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan tepercaya. ... Kami akan memastikan sinergi di antara kepolisian, Kejaksaan Agung, dan KPK."

Dokumen tertulis yang berupa program kerja dan jalan ideologi yang akan dilakukan Jokowi-JK kini diuji oleh terancam lumpuhnya KPK. Akankah KPK berakhir pada era Jokowi dan sejumlah partai koalisinya? Itu tergantung pada keputusan politik Presiden Jokowi sendiri.

Kendati Presiden Jokowi pernah mengingatkan agar tidak terjadi lagi kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, nyatanya, kemarin, Polda Sulawesi Selatan dan Barat mengumumkan status tersangka Ketua KPK Abraham Samad. Abraham disangka ikut memalsukan dokumen kependudukan pada 2007. Dengan perkembangan terakhir itu, dua pemimpin KPK telah menjadi tersangka, yaitu Abraham dan Bambang Widjojanto, yang dituduh mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu.

Pimpinan KPK, yang pada uji kelayakan dan kepatutan Desember 2011 disebut sebagai Tim Impian untuk pemberantasan korupsi, kini terancam lumpuh! Lembaga produk reformasi yang dibuat karena ketidakpercayaan publik pada kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi sedang dilumpuhkan. Dengan status tersangka, pimpinan KPK harus mundur. Dua pemimpin KPK lain, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen, dalam posisi terlapor.

Pengenaan status tersangka dua pemimpin KPK terkait dengan penetapan tersangka calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Melalui praperadilan, Budi telah menjadi orang bebas setelah status tersangkanya digugurkan hakim tunggal praperadilan. Tanpa ada langkah nyata dari presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara, eksistensi KPK yang selama ini menjadi garda terdepan memberantas korupsi negeri segera berakhir.

Jika dokumen Nawa Cita adalah program kerja yang akan dijalankan, masih ada ruang bagi Presiden menyelamatkan institusi KPK. Menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk menunjuk pelaksana tugas pimpinan KPK, meski perppu itu masih harus mendapatkan persetujuan DPR. Pada saat bersamaan, Presiden Jokowi harus mengakhiri ketidakpastian soal nasib Budi Gunawan sebagai Kapolri. Secara legal, Budi adalah orang bebas. Solusi komprehensif harus diambil Presiden jika Nawa Cita adalah program pembangunan yang akan dijalankan dan bukan semata-mata dokumen pelengkap persyaratan pemilihan presiden.

Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000012065035