Kewenangan tersebut digunakan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pekan lalu. Seorang wajib pajak disandera dengan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Salemba karena dianggap tidak kooperatif dalam melunasi kewajiban pajak.
Langkah tegas Ditjen Pajak tersebut patut dihargai sepanjang adil dan demi kepentingan orang banyak. Ekonom Perancis, Thomas Piketty, dalam bukunya,
Tahun ini Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan pajak di dalam RAPBN Perubahan 2015 sebesar Rp 1.484,6 triliun. Jumlah tersebut lebih besar dari target dalam APBN 2015 sebesar Rp 1.360 triliun.
Asosiasi Pengusaha Indonesia mendukung langkah tersebut karena hasil pajak digunakan untuk pembangunan. Namun, perlu diperhatikan keinginan pengusaha agar ada sosialisasi yang luas, ada tahapan, dan harus transparan.
Menarik pajak dari orang dan badan hukum bukan hanya untuk mendapatkan dana pembangunan. Pajak adalah alat untuk menciptakan pemerataan kemakmuran dan keadilan, antara lain, melalui penyediaan pendidikan dan layanan kesehatan bagi setiap warga negara serta pembangunan fisik, seperti infrastruktur.
Indonesia menerapkan pajak penghasilan progresif. Mereka yang berpenghasilan tinggi membayar pajak lebih besar, sementara kelompok masyarakat berpendapatan di bawah batas minimum dibebaskan. Meski demikian, sebenarnya setiap orang adalah pembayar pajak saat mengonsumsi barang dan jasa.
Karena itu, unsur adil menjadi penting, terutama bagi wajib pajak yang taat dan berusaha taat. Jangan sampai kurangnya sosialisasi memunculkan antipati. Juga jangan muncul kesan tebang-pilih, apalagi menjadi alat politik. Menegakkan aturan secara pasti dan transparan menjadi keharusan.
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat membayar pajak, pemerintah perlu memberikan penghargaan dan membantu wajib pajak yang taat, misalnya, melalui kemudahan berusaha serta konseling hukum dan akuntansi gratis. Hasil pembangunan yang dibiayai pajak juga harus nyata dan dirasakan masyarakat.
Di tengah ekonomi yang mengglobal dan menghadirkan tantangan baru, pemerintah perlu melihat sistem perpajakan negara tetangga serta bekerja terpadu dan terkoordinasi agar Indonesia tetap menarik bagi investor.
Pada akhirnya, masyarakat berharap Ditjen Pajak dapat bekerja profesional serta memelihara kepercayaan masyarakat. Jangan sampai terulang petugas pajak menyalahgunakan posisinya dan melakukan korupsi.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011764639
Tidak ada komentar:
Posting Komentar