Menurut hasil pemungutan suara secara tertutup dalam rapat partai, dari 101 anggota parlemen Partai Liberal—satu orang absen—61 anggota menentang mosi tidak percaya terhadap Abbott dan 39 anggota mendukung.
Pemungutan suara itu dilakukan secara rahasia setelah muncul mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Abbott. Mosi itu dilakukan dengan tujuan menyatakan kekosongan posisi Ketua Partai Liberal yang saat ini dijabat Abbott dan Wakil Ketua yang dipegang Menteri Luar Negeri Julie Bishop. Jika mosi itu berhasil, Abbott dan Bishop akan kehilangan posisi, itu berarti akan kehilangan pula posisi mereka sebagai perdana menteri dan menteri luar negeri.
Langkah rekan separtai itu merupakan pukulan berat bagi Abbott yang baru menduduki kursi perdana menteri selama 17 bulan. Yang dialami Abbott pernah menimpa PM Julia Gillard, perempuan pertama Australia yang menjadi perdana menteri. Ia lolos dari krisis politik partainya, Partai Buruh, dan tantangan Kevin Rudd (2012). Namun, akhirnya, Gillard jatuh juga (2013) dan digantikan Kevin Rudd.
Waktu itu, Abbott menyindir Gillard dengan mengatakan, bagaimana mungkin Gillard tetap menjadi perdana menteri karena kolega separtainya sudah tidak percaya lagi. Kini, nasib yang sama dialami Abbott.
Itulah politik. Dalam politik tidak ada yang permanen. Segala kemungkinan bisa terjadi karena berbagai macam sebab. Mosi tidak percaya terhadap Abbott, misalnya, terjadi antara lain karena kebijakan perdana menteri itu dinilai tidak mencerminkan aspirasi publik, aspirasi masyarakat. Ketika tengah hidup gagasan, ide, menjadikan Australia sebagai negara republik—Australia adalah anggota Persemakmuran dengan pemerintahan monarki konstitusional dan Ratu Inggris sebagai pemimpin negara yang menempatkan seorang gubernur jenderal di Australia—Abbott justru memberikan gelar kesatria Australia kepada Pangeran Philip, suami Ratu Elizabeth.
Padahal, Abbott adalah seorang perdana menteri yang dipilih oleh rakyat. Karena itu, ia harus mendengarkan suara rakyat. Itulah demokrasi, seperti rumusan Presiden Joko Widodo: demokrasi itu mendengarkan; mendengarkan suara rakyat, mendengarkan aspirasi rakyat. Abbott tersandung "batu politik" dan hampir terjungkal karena kebijakannya sendiri.
Selama ini, demokrasi diyakini sebagai pengorganisasian kehidupan bersama yang dianggap paling mencerminkan kehendak umum karena tekanan pada partisipasi, representasi, dan akuntabilitas. Kalau seorang pemimpin pemerintahan sudah tidak lagi mendengarkan, mengindahkan suara umum, suara rakyat, memang sepantasnya harus minggir, atau dipinggirkan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011914164
Tidak ada komentar:
Posting Komentar