Lalu kami berbincang mengenai tugas sejarah seorang pemimpin, yang secara simbolik harus menjadi Mbok Turah. Menjadi
Dalam perspektif budaya politik, kini saatnya bagi Presiden Jokowi menerapkan prinsip
Dalam konstruksi seperti itu, langkah awal yang harus dilakukan Jokowi adalah mengukuhkan kembali komunikasi dengan Megawati Soekarnoputri. Suka atau tidak, dari pintu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jokowi menapak ranah politik kekuasaan. Sejak pelantikan Kabinet Kerja, siapa pun yang mencermati gerak politik Indonesia akan menangkap merenggangnya hubungan mereka.
Sebelumnya memang santer ada isu miring bahwa Jokowi hanya sebagai boneka. Ini sama dengan isu yang menghebat akhir-akhir ini, yaitu Megawati akan "di-KPK-kan" menyangkut kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang ia gulirkan ketika menjadi presiden, sedangkan gempuran isu yang menghampiri Jokowi adalah ia akan dimakzulkan oleh Megawati.
Secara politik, isu itu dapat ditempatkan sebagai variabel disinformasi yang sengaja diolah dan ditebar oleh suatu kekuatan politik atau kelompok kepentingan guna menjauhkan relasi kedua tokoh tersebut. Tujuannya sederhana, apabila hubungan mereka berjarak, apalagi berkonflik, peluang untuk "mengontrol" Jokowi dari pintu mana pun terbuka.
Menurut analisis saya, disinformasi itulah yang menjadi pemicu munculnya fenomena Budi Gunawan sebagai calon Kepala Polri, Bambang Widjojanto menjadi tersangka, dan hiruk-pikuk lain menyangkut hubungan Polri-KPK yang di mata publik hubungan kedua institusi penegak hukum tersebut sudah dianggap gontok-gontokan. Akibatnya, hampir seluruh gerak dan eksekusi kebijakan pemerintah melamban dan sebagian besar masyarakat bingung serta merasa tersia-sia.
Saya menempatkan hubungan Megawati-Jokowi sebagai titik pijak guna mencermati arah politik nasional tiga bulan terakhir. Terlepas dari semua kelemahan dan kekurangan Megawati, dia adalah politisi paling tangguh saat ini karena mempunyai pengalaman politik paling lengkap sejak kecil—anak presiden, ketua umum partai, pernah menjadi wakil presiden dan presiden, serta "melahirkan" presiden. Ia juga pernah ditelikung jika tidak boleh disebut dikhianati oleh orang- orang yang sebelumnya dia percaya.
Bacaan politik Megawati, dengan demikian, akan sangat diperhitungkan lawan. Kedekatan Megawati dan Jokowi akan mempersempit ruang manuver mereka. Oleh sebab itu, hubungan tersebut harus diperlemah, bahkan kalau bisa diputus. Tanpa itu, upaya untuk memengaruhi Jokowi lebih bersifat utopis daripada realistis. Juga sulit untuk menyusun skenario mengubah bangunan politik kekuasaan.
Dengan buruknya komunikasi Megawati-Jokowi, misalnya, pihak-pihak yang berkehendak mempunyai peran dominan di lingkaran kekuasaan bisa meyakinkan Jokowi bahwa apabila Megawati dan PDI-P keras kepala, arah politik bisa diubah. Dengan istilah lain, ketika Presiden melakukan perombakan kabinet, menteri yang berasal dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bisa diganti oleh figur-figur yang berasal dari Koalisi Merah Putih (KMP). Singkatnya, dalam konfigurasi politik baru itu, KMP menjadi partai pemerintah dan KIH menjadi partai oposisi. Kaki kekuasaan berubah, tetapi presidennya sama.
Oleh sebab itu, untuk mencegah ketidakpastian politik dan meluasnya spekulasi publik, ibarat Mbok Turah yang tidak pernah lelah menyayangi dan memberi, langkah yang perlu segera dilakukan Jokowi pekan ini adalah secara lembut dan tegas mengukuhkan kembali eksistensi Polri dan KPK. Lalu, meneguhkan kembali hubungannya dengan Megawati. Saya percaya, sejauh dikomunikasikan, Megawati cukup tahu diri dan mengerti apa pun langkah politik yang diambil Jokowi meskipun itu berbeda dengan pandangannya. Selanjutnya, tentu saja perombakan kabinet.
Romo Sindhunata hanya tersenyum mendengar ocehan saya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar