Dukun pilih-tanding khusyuk membaca mantra, sementara tiga laki-laki bertubuh kekar berjaga-jaga dan waspada bila ada orang lain yang mengintip peristiwa ganjil itu dari kedalaman rimba. Lalu, gumpalan-gumpalan tanah di dasar lubang menyembur ke permukaan, seperti ada tenaga yang mengisapnya dari angkasa. Serpihan-serpihan tanah liat yang berjatuhan disambut dengan selembar kain putih yang lebih dahulu dihamparkan di sekitar lubang.
Benda "keramat" yang mereka tunggu-tunggu telah berada dalam lipatan kain putih. Ia bernama badar besi. Batu hitam-bundar sebesar buah duku yang dipercaya berkhasiat dapat membuat pemiliknya kebal senjata alias tak mempan dibacok.
Pada suatu petang berkabut dukun pilih-tanding melakukan tirakat pengujian sederhana. Badar besi dipilin erat dengan kain putih, lalu dikebatkan di lingkar leher anjing. Setiap anggota kelompok menebas kuduk anjing dengan golok panjang yang biasa dipakai menyembelih kambing.
Tebasan demi tebasan berkelebat, tetapi tak setetes darah pun tertumpah. Anjing hanya menengking dan menyalak ketakutan setiap kali mata golok bersarang di badannya. Dagingnya kebal sempurna. Begitulah kesaktian badar besi. Siapa yang memilikinya tiada bakal mempan dilukai oleh segala macam senjata dari unsur besi. Itu sebabnya ia bernama badar besi.
Namun, sebelum badar besi berpindah tangan kepada penadah, sebelum ia mendatangkan keberlimpahan yang mesti dibagi rata, keluarga dari tiga lelaki pemburu barang keramat itu hancur berantakan. Betapa tidak? Ladang dan sawah telah ditinggalkan. Dapur yang mesti terus berasap tak dihiraukan. Satu diusir istri secara tak terhormat. Satu tercekik utang dalam jumlah yang mustahil dapat ditebus. Satu lagi tergeletak sakit tak tentu sebab.
Para anggota kelompok rahasia itu bertumbangan lantaran terobsesi pada badar besi dengan segenap keberlimpahan yang bakal tiba. Mereka melarikan diri dari hidup yang meletihkan, dari kenyataan keseharian yang dari waktu ke waktu terpuruk dalam kepayahan, dari harapan-harapan yang tak kunjung tercapai.
Kekecewaan yang banal
Inilah kenyataan yang sedang melanda hidup kita kini. Harapan besar pada seorang pemimpin yang sungguh-sungguh akan mewujudkan kesejahteraan putus di tengah jalan. Optimisme pada perubahan yang dijanjikan terkubur sebelum waktunya. Janji- janji tentang keadilan tak lebih dari residu musim kampanye.
Tak ada yang bisa menjadi pegangan. Tempat menggantungkan cita-cita telah roboh. Di medan kekuasaan mereka sibuk dan kasak-kusuk, saling sikut berebut kue kemenangan, sementara kita menonton dari kejauhan. Tiada lagi idola yang pantas dibanggakan. Banyak orang dilanda kekecewaan yang banal dan nyaris tak terselamatkan.
Maka, tibalah saatnya kita beralih mencari idola baru. Barangkali lebih baik berbicara dengan hewan-hewan piaraan, seperti perkutut, murai batu, ikan louhan, ikan cupang, ketimbang memikirkan hidup yang makin tak bermutu. Lebih baik membaca sasmita, pertanda, dan keajaiban yang tersembunyi dalam bacan, sungai dareh, lumut suliki, nama-nama batuk akik yang sedang menjadi pusat perhatian.
Kini kita lebih bersukaria membincangkan seluk-beluk dunia batu akik ketimbang menyimak retorika penguasa dengan segenap iming-iming kosong di layar kaca. Kalau sudah bicara, seolah-olah mereka akan betul-betul menuntaskan segala persoalan. Namun, angka pengangguran tetap menanjak tinggi, lapangan kerja langka, nilai-tukar rupiah kian merosot, tarif listrik akan naik. Subsidi pupuk akan dicabut. Hukum tajam ke bawah. Ekonomi senantiasa payah.
Histeria batu akik setali tiga uang dengan antusiasme ibu-ibu rumah tangga saat menyaksikan upacara pernikahan Raffi Ahmad yang disiarkan langsung televisi swasta. Banyak pihak yang mengumpat karena peristiwa privat telah mencemari frekuensi publik dan, karena itu, tidak patut dipertontonkan. Apalagi mempertontonkan kemewahan dalam situasi kepayahan yang sedang menjalar hingga pelosok-pelosok kampung. Namun, tayangan
Apa pun kebijakan pemerintah yang dimaklumatkan di media, hidup mereka begitu-begitu saja. Kamar rawat inap tetap penuh bagi para pemegang kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Layanan kesehatan bagi mereka tetap saja tidak manusiawi meski itu bukanlah layanan gratis. Sebagaimana amanat UU BPJS, rakyat membayar iuran kecuali yang terkategori penerima bantuan iuran yang ditanggung anggaran pendapatan dan belanja negara.
Media hiburan baru
Maka, biarkan rakyat mencari hiburan sendiri atau menemukan gelanggang pelarian.
Batu akik menyuguhkan eskatologi tersendiri. Banyak orang dibuat sibuk mencari, mengasah, dan memperjualbelikan mimpi- mimpi eskatologis yang tersembunyi dalam tarikh setiap batu. Tentang sakit yang bakal sembuh, rezeki yang akan berlimpah, "karomah-karomah" yang akan tiba dari pintu-pintu tak terduga, yang dikabarkan oleh berbagai pertanda dalam sekian banyak jenis batu akik.
Kegandrungan pada dunia batu yang hampir tak terbendung dewasa ini barangkali pula cakrawala pandang baru yang hendak memaklumatkan bahwa moralitas kekuasaan masa kini sedang berada di ambang zaman batu. Keras dan culas. Cadas dan telengas. Menggergaji dalam permufakatan. Menggunting dalam lipatan. Balapan menangguk ikan di air keruh. Berkepala batu bila ditegur dan diingatkan. Mungkin hanya kaum penggenggam batu yang bakal sanggup membereskannya. Maka, batu akik akan senantiasa dipuja dan dirayakan hingga datang idola baru yang lebih membahagiakan.
DAMHURI MUHAMMAD, SASTRAWAN, TINGGAL DI DEPOK
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Maret 2015, di halaman 7 dengan judul "Eskatologi Batu Akik".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar