Masuknya kontraktor asing ke Indonesia ini diakui atau tidak akan dapat mendesak usaha jasa konstruksi, khususnya penyedia jasa kontraktor nasional, sesuatu yang sebenarnya saat ini telah terjadi secara lambat, tetapi pasti pada usaha jasa konstruksi lain, yaitu jasa konsultan.
Jasa konsultasi yang memerlukan kompetensi tertentu dihadapkan pada posisi yang sulit karena tenaga ahli sejenis dari negara tetangga di ASEAN merupakan pesaing pada saat ini, karena kepercayaan (
Merugikan
Tantangan kita adalah bagaimana meningkatkan
Pada umumnya, pemerintah negara tujuan lebih melihat bahwa JO lebih baik karena kontraktor nasional akan bersanding dan setingkat dengan mitranya dari luar negeri, sebaliknya posisi subkontraktor hanyalah mengerjakan perintah perusahaan asing yang jadi kontraktor utama yang jelas posisinya tak setingkat dengan kontraktor luar negeri sebagai mitra.
Pada saat suatu kontraktor JO
Pada kenyataannya, dalam pelaksanaan perjanjian kemitraan (
Dalam suatu JOA bidang jasa konstruksi di Indonesia dikenal dua bentuk utama kemitraan, yaitu semua pekerjaan di bawah mitra utama (
Misalnya, kedua pihak sepakat menunjuk mitra perusahaan asing (sebut saja YYY) dengan porsi saham 60 persen sebagai
Dari sini dengan mudah dapat dipahami bahwa tindakannya pastilah demi keuntungan sepihak, yakni kontraktor luar negeri. Para pihak memberikan kuasa kepada YYY sebagai
Dari ketiga pasal di atas, jelas terlihat bahwa YYY, kontraktor luar negeri, menjadi mitra utama (
Kontraktor nasional (ZZZ) dengan saham 40 persen berhak mengusulkan seseorang sebagai wakil manajer proyek, dengan tugas pokok "patuh, mendukung, dan membantu pengelola proyek" dan bertanggung jawab kepada pengelola proyek (YYY) dalam pelaksanaan pekerjaan.
Hampir semua pasal penuh dengan pagar-pagar pengaman yang membatasi gerak dari kontraktor nasional. Bahkan, dalam hal kontraktor nasional lalai atau melakukan penyimpangan, pihak yang lain tidak ikut bertanggung jawab.
Jadi, posisi kontraktor nasional sebagai mitra suatu JO
Penulis meyakini bahwa dengan bentuk JOA semacam ini, tidak ada nilai tambah apa pun bagi kontraktor nasional dan bahkan menjadi suatu hal yang membahayakan pada saat berlakunya MEA 2016.
Pada JOA bentuk kedua di mana setiap pihak melaksanakan bagian tertentu dari pekerjaan, terdapat pula suatu pasal yang merupakan tambahan pasal yang ada pada hampir semua JOA bentuk ini, yang menyebutkan kerugian akibat kelalaian setiap pihak merupakan tanggung jawab sendiri.
Melihat kedua bentuk dasar JOA di bidang jasa konstruksi di atas, sebenarnya JO
Dalam rangka MEA 2016, kini saatnya pengguna jasa dalam hal ini pemerintah masuk lebih dalam lagi dan tak hanya percaya pada
Bahkan, dalam rangka kesetaraan hak dan kewajiban, Federasi Internasional Konsultan Engineering (Federation Internationale des Ingenieurs-Conseils/FIDIC)—yang diakui di dunia internasional sebagai lembaga yang menerbitkan standar kontrak internasional (dikenal sebagai FIDIC Conditions of Contract for Construction) menyatakan dengan jelas bahwa kontraktor harus mendapatkan kejelasan dari pengguna jasa, tentang kemampuan membayar mereka yang tentunya dapat ditafsirkan bahwa pihak pengguna jasa juga punya hak mengetahui bahwa kontraktor akan dapat mengerjakan pekerjaannya sesuai kontrak dengan baik atau tidak.
Subkontraktor
Kedudukan kontraktor nasional selaku mitra kontraktor luar negeri, dalam hal ini sebagai kontraktor, sebenarnya sangat jelas dan menurut pendapat penulis dapat dilaksanakan dengan lebih adildan berimbang karena pengikatan kontraknya dapat dibuat dengan mempergunakan FIDIC Conditions of Contract for Subcontractor, yang akan berjalan baik apalagi jika perjanjian kontrak antara pengguna jasa dan kontraktor utama adalah menggunakan standar kontrak ini.
Sebagai subkontraktor dari kontraktor luar negeri, nasib kontraktor nasional juga cukup menderita karena dari dua cara pembayaran hasil pekerjaan yang dikenal, yaitu
Dari kedua bentuk di atas, penulis lebih memilih perjanjian kemitraan dalam bentuk subkontraktor karena kontraktor nasional yang bertindak selaku subkontraktor dalam pekerjaan tertentu, sudah pasti punya keahlian khusus, di samping perjanjian kontraknya lebih jelas adil, transparan, dan berimbang. Sebaliknya, JOA sangat tertutup. Seandainya pemerintah menginginkan adanya JOA, sebagai upaya perlindungan kontraktor nasional pemerintah sebaiknya menerbitkan formulir standar (
Bagi kontraktor nasional, hendaknya tak hanya berpikir sesaat untuk mendapatkan proyek saja, tetapi berpikir lebih mendalam tentang bagaimana menyelesaikan proyek dengan memikirkan juga semua risiko akibat JOA.
Kedudukan kontraktor luar negeri sebagai
SARWONO HARDJOMULJADI, PENGAMAT KONSTRUKSI
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Maret 2015, di halaman 6 dengan judul "Perlindungan Kontraktor Nasional".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar