Rakyat Israel telah menjatuhkan pilihan. Mereka, dalam Pemilu 17 Maret lalu, kembali memberikan kepercayaan kepada Benjamin Netanyahu yang memimpin Partai Likud berhaluan konservatif untuk tetap menjadi perdana menteri. Menurut hitungan, Partai Likud meraih 30 dari 120 kursi di Knesset (Parlemen), mengungguli pesaing beratnya, aliansi Uni-Zionis kiri-tengah pimpinan Isaac Herzog yang meraih 24 kursi.
Dengan hasil itu, tidak ada satu partai pun yang meraih suara mayoritas dan memungkinkan membentuk pemerintahan sendiri, tanpa koalisi. Partai mana yang pada akhirnya akan diberi tanggung jawab oleh Presiden Reuven Rivlin untuk membentuk pemerintahan baru? Kemungkinan besar Partai Likud yang akan memperoleh mandat, dan itu berarti mereka akan membutuhkan dukungan partai-partai untuk membentuk pemerintahan baru.
Sejak hasil pemilu keluar dan Partai Likud meraih suara terbanyak, Netanyahu sudah mendekati sejumlah partai untuk diajak membangun pemerintahan koalisi. Netanyahu sudah bertemu dengan pemimpin Jewish Home pro permukiman, Partai Kulanu yang berhaluan kanan-tengah dan fokus pada masalah ekonomi, partai nasionalis garis keras Yisrael Beiteinu, dan para pemimpi partai ultra-ortodoks Shas dan United Torah Judaism. Koalisi ini akan memberikan 67 kursi di Parlemen bagi Netanyahu, yang berarti lebih dari separuh.
Langkah Netanyahu itu mempertegas apa yang sudah dijanjikan saat kampanye: menolak penyelesaian dua negara dengan Palestina, memperluas daerah permukiman, dan isu berbau rasisme serta apartheid terhadap orang-orang Arab-Israel.
Karena itu, meskipun saat ini Israel tengah dibelit krisis ekonomi—angka kemiskinan yang terus naik, biaya hidup yang tinggi—dan masalah pendidikan, isu keamanan, yakni menyangkut konflik dengan Palestina, masalah nuklir Iran, perang di Suriah, dan isu NIIS, menjadi kunci kemenangan Netanyahu. Jika Shas dan United Torah Judaism benar-benar bergabung, kita akan melihat sikap keras dan tegas menentang perdamaian serta penyelesaian damai dengan dua negara akan dimainkan di Tel Aviv.
Itulah sebabnya, kemenangan Netanyahu itu bagi Palestina berarti "bencana". Kemenangan itu juga bencana bagi proses perdamaian yang belum mampu menembus kebuntuan. Karena itu, adalah tanggung jawab masyarakat internasional pencinta damai untuk nantinya menekan terus Israel agar bersedia melanjutkan perundingan damai dan berdamai dengan Palestina. Tentu, di sini tidak lepas dari peran Amerika Serikat, yang selama ini menjadi pelindung Israel.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Maret 2015, di halaman 6 dengan judul "Membaca Kemenangan Netanyahu".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar