Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 20 Maret 2015

Indikasi Penyimpangan Cuaca 2015 (PAULUS AGUS WINARSO)

Perkembangan kondisi udara, baik sesaat (cuaca) maupun jangka panjang (iklim), sepertinya tidak sesuai dengan kejadian sebelumnya. Suatu kondisi yang belum pernah terjadi.
HANDINING

Kondisi udara ini terjadi di seluruh muka Bumi, baik yang bersifat menguntungkan maupun merugikan umat manusia.

Di Ibu Kota, hujan lebat kembali terjadi sejak awal Maret, berlangsung hampir setiap hari disertai tiupan angin barat yang cukup kencang. Padahal, pengalaman menunjukkan, memasuki bulan Maret, tiupan angin baratan umumnya berkurang dan melemah dengan arah berubah-ubah sebagai konsekuensi masa peralihan dari tiupan angin barat ke tiupan angin timur.

Bahkan, BMKG sudah mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai periode peralihan dengan hadirnya kondisi cuaca ekstrem karena awan badai atau awan kumulonimbus yang menghasilkan badai guntur, hujan lebat, dan puting beliung yang umumnya terjadi siang, sore, hingga malam hari.

Penyimpangan cuaca

Namun, perkembangan menunjukkan, curah hujan tidak sama indikasinya dengan tipe hujan akibat pemanasan siang hari atau konveksi. Curah hujan terjadi tidak mengenal waktu, mulai dari pagi, siang, sore, hingga tengah malam, diawali angin kencang kemudian petir.

Sebagian ahli cuaca menduga badai guntur berasal dari awan konveksi atau awan kumulonimbus akibat pemanasan. Padahal, dari kajian terbatas yang dilakukan taruna Sekolah Tinggi Meteorologi dan Geofisika, selain terbentuk oleh pemanasan, awan konveksi juga dapat terjadi apabila terjadi peristiwa lataa atau adveksi udara dingin.

Kini pola angin utara-timur laut bertiup di atas belahan utara wilayah Indonesia dan wilayah ekuator, sedangkan di selatan bertiup angin barat yang kuat. Pola angin permukaan yang demikian menyimpang dari pola normal. Inilah pemicu curah hujan yang hampir setiap hari pada Maret 2015 ini. Padahal, biasanya di Pulau Jawa, seperti yang dipahami para petani, pada Maret hujan seharusnya sudah berkurang.

Dengan demikian, memasuki perbatasan dasarian I bulan Maret 2015, curah hujan sepertinya belum berkurang, bahkan ada peluang hingga April 2015. Kondisi ini mengindikasikan adanya penyimpangan cuaca dan iklim mengingat curah hujan merata di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, di kawasan rawan kebakaran di Provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Utara mulai turun hujan seiring peristiwa "seruakan dingin" yang memicu awan dan hujan di kawasan Jabodetabek dan pantura.

Kondisi tekanan tinggi daratan Asia sekitar Siberia—ditandai dengan pola rapat Isobar (garis yang menghubungkan tekanan udara yang sama)—kembali terpantau di akhir dasarian I bulan Maret 2015.

Dari tinjauan kondisi dinamika udara 10 Maret 2015, adanya kesamaan dengan pola harian Januari 2015. Bedanya, curah hujan pada Januari dalam sehari di atas 100 milimeter per hari, tetapi pada Maret ini curah hujan tidak lebih dari 50 milimeter per hari.

Dinamika udara

Mengapa berlangsung pergolakan cuaca dan iklim seperti ini? Sebagaimana cuaca dan iklim, dinamika udara terkait dengan situasi dan kondisi sebelumnya, di mana musim dingin belahan utara hingga awal Maret masih terlihat dengan adanya indikasi badai salju di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Selain itu, di beberapa kawasan Timur Tengah dan Asia turun salju. Artinya, musim dingin masih berlangsung. Sebaliknya, musim panas di belahan Bumi selatan juga terpantau dengan beberapa pusat tekanan rendah di selatan wilayah Indonesia.

Belahan Bumi utara dengan kondisi tekanan tinggi dan menghasilkan seruakan dingin dan tekanan rendah udara di belahan bumi selatan membuat pola tekanan udara dan aliran udara belum berubah hingga Maret.

El Nino

Pantauan global juga menunjukkan kenaikan suhu muka laut di kawasan ekuator Samudra Pasifik bagian timur yang disebut gejala El Nino. Artinya, ada kondisi hangat di bagian barat yang berarti masih belum ada kegiatan gejala alam seperti sebelumnya. Namun, hasil pengamatan dari Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional AS (NOAA) menunjukkan adanya pelemahan angin pasat timur yang berubah menjadi angin baratan di atas ekuator Samudra Pasifik.

Selain itu, muncul juga ledakan binatang sejenis udang merah di beberapa lokasi pantai barat Amerika Serikat. Artinya, suhu muka laut kawasan ekuator Samudra Pasifik naik terkait gejala alam El Nino. Namun, pandangan ini masih tidak sesuai ahli iklim dari Badan Meteorologi Jepang JMA dan Biro Meteorologi Australia BoM yang menyatakan bahwa gejala alam El Nino berpeluang sekitar 50 persen.

Menyimak dari hadirnya gejala alam El Nino tahun 1994, 1997, dan 2004, pada Maret-April atau akhir musim kemarau khususnya di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur umumnya ditandai dengan menguatnya tiupan angin barat, termasuk beberapa badai tropis.

Tahun ini angin barat masih mantap dan cukup kencang seiring posisi palung tekanan rendah ekuator yang mengiringi daerah pertemuan/pumpun angin tropis ekuator di selatan wilayah Indonesia. Ada kemiripan kondisi pergolakan udara yang mengindikasikan hadirnya gejala alam El Nino 2015.

Kondisi peningkatan radiasi Matahari sepertinya masih belum dapat diharapkan karena kegiatan Matahari dalam siklus bintik nomor 24 ternyata terendah sejak siklus 20 atau mulai 1950. Apalagi, pandangan para ahli cuaca dan iklim dunia dari negara maju, seperti Amerika Sertikat, Jepang, Inggris, dan Australia, belum menunjukkan peluang giatnya gejala alam El Nino di atas 60 persen. Pengalaman tahun lalu, pada awal tahun El Nino diprakirakan hadir dengan peluang di atas 70 persen, ternyata hanya giat 1-2 bulan yang dampaknya dirasakan dengan kurang hujan antara Agustus dan November.

Cenderung normal

Kini peluangnya sekitar 50 persen, sepertinya kondisi cuaca dan iklim tidak menyimpang jauh dengan kondisi yang pernah terjadi. Namun, mengamati kondisi cuaca dan iklim sepanjang 2015 ini, tampaknya kondisi rata-rata akan cenderung normal meski ada kawasan yang di bawah normal dan di atas normal.

Ini dilihat dari kondisi global dengan posisi angin muson barat yang masih cukup mantap bertiup di atas wilayah Indonesia bagian selatan ekuator. Masa peralihan musim—bersamaan dengan perubahan tiupan angin muson barat ke muson timur—membutuhkan waktu 1-2 bulan. Dengan demikian, perubahan pola tiupan angin akan berlangsung pada April-Mei.

Dengan demikian, situasi dan pergolakan kondisi hujan yang kini terjadi akan berlanjut dengan kuantitas dan kualitas yang semakin rendah dibandingkan dengan kondisi puncak musim hujan Januari-Februari 2015.

Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi peredaran udara saat ini cenderung menyimpang dari kondisi normal dengan hadirnya kondisi ekstrem, seperti awan badai penghasil kondisi ekstrem. Maka, hujan badai dalam kurun waktu singkat berpeluang terjadi.

Yang jelas, pergolakan kondisi cuaca dan iklim tetap menjadi perhatian dan kepedulian para ahli. Dinamika cuaca dan iklim ini akan terus berlangsung seiring peredaran udara global.

PAULUS AGUS WINARSO, PENGAJAR ILMU CUACA DAN IKLIM DI STMKG

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Maret 2015, di halaman 7 dengan judul "Indikasi Penyimpangan Cuaca 2015".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger