Kita katakan "terbangun dari tidur panjang" karena selama ini kita seperti sudah puas dengan mengeluarkan berbagai pernyataan dan kecaman terhadap sepak terjang kelompok yang menamakan diri Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Masih segar dan hangat dalam ingatan kita ketika pada 4 Agustus 2014 pemerintah, melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, menyampaikan sikapnya terhadap NIIS. Ketika itu, pemerintah menilai bahwa paham yang dianut NIIS tidak sesuai dengan ideologi Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kebinekaan di Indonesia. Oleh karena itu, selain melarang perkembangan paham itu, pemerintah juga menindak tegas siapa pun yang terlibat NIIS.
Tiga hari kemudian, Majelis Ulama Indonesia bersama 39 organisasi kemasyarakatan Islam bersepakat menolak paham NIIS. Menurut mereka, gerakan NIIS yang penuh kekerasan sangat berpotensi memecah belah persatuan umat Islam dan menggoyahkan NKRI. Kita mendukung sikap dan pernyataan tersebut. NKRI dan Pancasila adalah harga mati.
Akan tetapi, setelah pernyataan tersebut disampaikan, kita kurang merasakan tindakan selanjutnya. Kini, setelah tersiar berita 16 WNI memisahkan diri dari rombongan saat berwisata di Turki dan diperkirakan bergabung dengan NIIS, kita terperenyak. Kita bahkan lebih terperenyak dan tergagap berdiri setelah 16 orang lain ditangkap pihak berwenang Turki. Apalagi, tersiar berita, sudah 514 WNI masuk ke Suriah dan bergabung dengan NIIS.
Tidak bisa tidak, langkah tegas harus diambil. Sebab, kita tahu bahwa NIIS adalah gerakan radikal yang mengatasnamakan agama, tetapi tidak mengedepankan watak yang agamais. Mereka menggunakan kekerasan, membunuh orang-orang tidak berdosa, serta menghancurkan tempat-tempat suci umat Islam dan agama lain.
Paham NIIS bukan masalah agama. Ini masalah ideologi. Karena itu, pemerintah dan negara tidak hanya harus menolak dan tidak mengizinkan NIIS berkembang di Indonesia, tetapi juga menindak tegas siapa pun yang berusaha mengembangkan paham itu dan bergabung dengannya. Indonesia tak boleh menjadi tempat persemaiannya. Kita harus menghormati NKRI, negara yang menganut kebinekaan, baik dari suku, agama, ras, maupun golongan. Langkah deradikalisasi dan anti radikalisasi harus terus dilakukan, termasuk memberikan pemahaman kepada kalangan muda tentang bahaya NIIS.
Dan, mereka yang meninggalkan Indonesia dan bergabung dengan NIIS harus dicabut kewarganegaraannya karena mereka mengingkari NKRI dan Pancasila.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Maret 2015, di halaman 6 dengan judul "Tindak Tegas Pengikut NIIS".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar