Kita merayakan kembali Hari Nelayan pada 6 April dengan keprihatinan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Gambaran kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir belum lepas dari kemiskinan.
Penduduk yang berprofesi langsung sebagai nelayan pada 2013 menurut Badan Pusat Statistik berjumlah 2,17 juta orang. Sementara itu, data Badan Pusat Statistik dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan tahun 2011 menunjukkan, dari penduduk miskin sebanyak 31,02 juta orang, 25,14 persen atau 7,87 juta orang adalah penduduk di pesisir yang sebagian nelayan.
Jika dilihat dari nilai tukar nelayan (NTN), yaitu indeks harga yang diterima dibandingkan dengan harga yang dibayarkan nelayan, keadaannya masih lebih baik daripada petani tanaman pangan. Pada Maret 2015, misalnya, NTN besarnya 106,20, sementara NTP 101,53.
Keadaan tersebut tidak serta-merta menjelaskan kehidupan nelayan lebih baik. Sebagian besar nelayan kita masih tradisional. Kalaupun menggunakan perahu motor, ukurannya kecil sehingga tidak dapat melaut jauh dari pantai. Akibatnya, tangkapan mereka terbatas.
Nelayan kita juga tidak dapat melaut sepanjang tahun karena bergantung pada musim. Kegureman dan risiko pekerjaan yang tinggi membuat mereka dianggap tidak layak mendapat kredit perbankan.
Hal-hal tersebut seperti menjadi keadaan yang tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Pemerintah bukannya tidak berupaya memperbaiki nasib nelayan. Pernah ada upaya memberikan kredit pembelian perahu hingga alat tangkap, tetapi bantuan itu tidak terdengar lagi kabarnya.
Bantuan lain yang seharusnya meningkatkan daya tawar nelayan adalah tempat pelelangan ikan (TPI). Di TPI, nelayan diharapkan bertemu dengan pembeli dan harga terbentuk secara transparan.
Namun, situasi di lapangan tidak selalu berjalan seperti direncanakan. Nelayan masih berhadapan dengan tengkulak, terutama saat membutuhkan modal untuk melaut.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo berjanji membangun kemaritiman sebagai poros dunia meskipun sampai kini belum jelas apa yang dimaksud.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sudah mengawali langkah dengan menindak tegas kapal asing yang mencuri ikan di laut Indonesia. Namun, itu belum cukup untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Membangun agribisnis perikanan, yaitu membangun sektor perikanan dari hulu hingga hilir, dengan menyertakan nelayan kecil untuk meningkatkan nilai tambah, dapat menjadi pilihan.
Nelayan adalah wajah manusia negara maritim. Meningkatkan kesejahteraan nelayan adalah wujud konkret pemenuhan janji Nawacita yang harus kita tagih.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Janji kepada Nelayan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar