Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 21 April 2015

TAJUK RENCANA: Relevansi Peringatan Hari Kartini (Kompas)

Hari ini kita kembali memperingati hari kelahiran Kartini seraya mencari relevansi perjuangannya untuk perbaikan kondisi perempuan Indonesia.

Banyak perubahan terjadi sejak Kartini memperjuangkan nasib perempuan Indonesia. Cita-cita putri Bupati Jepara itu agar anak perempuan boleh bersekolah seperti anak laki-laki sudah tercapai. Hampir tidak ada halangan formal bagi perempuan bersekolah setinggi-tingginya.

Telah semakin banyak perempuan menduduki posisi puncak di perusahaan besar. Begitu pula perempuan yang menjadi pebisnis ulung dan guru besar, termasuk di bidang eksakta yang distereotipkan sebagai milik laki-laki.

Perempuan juga memasuki dunia politik formal dan menjadi wakil rakyat di lembaga legislatif. Ada delapan perempuan di Kabinet Kerja, sebagian besar menangani kementerian yang tidak langsung berhubungan dengan perempuan dan anak atau bidang sosial yang distereotipkan sebagai ranah perempuan. Kita memiliki Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI periode 2001-2004.

Meski demikian, perempuan masih mengalami banyak persoalan yang menghambat potensinya berpartisipasi dalam pembangunan.

Salah satunya, masih tingginya angka kematian ibu (AKI). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 mencatat AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup, kembali seperti situasi tahun 1990. Angka itu jauh dari target Sasaran Pembangunan Milenium, yaitu 102 pada tahun ini dan jauh dari capaian tahun 2007, yaitu 228.

Masih tingginya AKI menjadi ironi karena Kartini meninggal saat melahirkan anak pertamanya pada usia 25 tahun, lebih dari 100 tahun lalu.

Salah satu penyebab tingginya AKI adalah masih terjadinya praktik pernikahan dini pada anak perempuan, belum memadainya layanan kesehatan reproduksi bagi remaja putri dan perempuan, termasuk belum terpenuhinya kebutuhan layanan keluarga berencana.

Hal lain adalah gizi. Kurang gizi pada anak balita bukan hanya menyumbang pada AKI ketika kelak perempuan hamil, tetapi juga pada situasi kesehatan keseluruhan, termasuk perkembangan otak. Hal ini akan melemahkan daya saing di sekolah hingga kelak saat mencari kerja.

Perempuan kerap diidentikkan dengan kemiskinan. Hal ini terutama dialami perempuan kepala keluarga. Kemiskinan dan diskriminasi dalam mengakses sumber daya ekonomi memaksa perempuan menjadi pekerja rumah tangga di luar negeri. Tanpa persiapan memadai sebelum berangkat dan lemahnya perlindungan negara membuat dua perempuan pekerja migran Indonesia dihukum mati di Arab Saudi berurutan pekan lalu.

Masih banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki keadaan perempuan. Stereotip dan praktik budaya yang mendiskriminasi masih menghambat perempuan.

Negara tidak boleh abai atas situasi ini karena hak perempuan adalah hak warga negara dan kita merugi apabila kehilangan partisipasi separuh penduduk.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Relevansi Peringatan Hari Kartini".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger