Benarlah kelemahan kultur kita: kedodoran di tingkat pelaksanaan. Sebab, ketika kita gencar bicara dan bertindak tegas terhadap penjahat narkoba, di saat bersamaan kita lengah dalam langkah-langkah ikutannya.
Sepuluh tahanan kasus narkoba kabur, Selasa (31/3), ketika kita ingin tegas dalam kasus narkoba itu ironis. Data bahwa setiap hari 50 orang meninggal karena narkoba di Indonesia, sekitar 5 juta pencandu narkoba 10 persennya berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, tidak jadi pelecut yang menghardik.
Keyakinan bahwa narkoba mengancam masa depan generasi muda atau keteguhan kita mengeksekusi terpidana mati dalam kasus narkoba tidak seiring dengan berbagai turunan yang lain. Kita lalai memberi perhatian serius pada tahanan dan terpidana dalam kasus narkoba.
Penjahat narkoba, dalam arti bandar dan pengedar, yang menikmati gelimang uang dari bisnis ini, tidak mengenal kata tobat dan atret. Ketika riuh terjadi wacana soal hukuman mati bagi penjahat narkoba, masih saja terbongkar kejahatan narkoba, dalam jumlah mencengangkan. Di saat yang sama, para pengguna—taruhlah sebagai korban— terus bertambah dari hari ke hari. Rasa miris mutu generasi penerus berjalan seiring dengan bertambah suburnya kejahatan dan korban kejahatan narkoba.
Ketika terus disampaikan dampak buruk kejahatan narkoba, ketika mulai disadari kasusnya sebagai kejahatan luar biasa di samping korupsi, langkah tegas pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla perlu kita apresiasi. Selain langkah tegas tidak kenal kompromi pada penjahat narkoba dalam kasus-kasus berat sesuai undang-undang, perlu kita apresiasi langkah-langkah preventifnya, seperti pendirian banyak panti rehabilitasi bagi korban.
Bagi yang sudah berstatus hukum pasti, hukum perlu ditegakkan apa pun bentuknya. Bagi pengguna narkoba yang berstatus hukum jelas, perlu kasusnya ditempatkan sebagai korban yang membutuhkan program rehabilitasi. Dalam proses peradilan, khususnya yang berpotensi hukuman mati, perlu dipenuhi hak-hak terdakwa sehingga tercegah terpidana berat karena ketidaktahuan.
Kaburnya 10 tahanan kakap kasus narkoba itu menunjukkan, kita gencar melakukan upaya pencegahan dan penindakan, tetapi kebobolan di belakang. Tampak rapi berpakaian dari luar, tetapi kedodoran di dalam.
Kasus ini perlu ditempatkan sebagai pelecut kelalaian kita. Langkah-langkah berikutnya: jelaskan kepada publik apa adanya, siapa yang bertanggung jawab, berikut pertanggungjawaban legalnya.
Hendaknya kasus itu jadi pengingat,
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Satu Derap Membasmi Narkoba".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar