Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 20 Mei 2015

Belajar dari Proper (AGNES ARISTIARINI)

Upaya perbaikan lingkungan melalui Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan-biasa disebut Proper-menarik perhatian Bank Dunia dan para penegak lingkungan dari India. Mereka berkunjung ke Indonesia, 17-22 Mei 2015, untuk memahami mekanisme dan kriteria penilaian Proper, berdiskusi tentang peran media, perbankan, pasar modal, dan lembaga jasa keuangan lain, sekaligus meninjau perusahaan-perusahaan dengan peringkat terbaik di lapangan.

Proper adalah instrumen kebijakan lingkungan yang bertujuan mendorong perusahaan agar taat aturan, sekaligus melaksanakan bisnis secara beretika dan bertanggung jawab. Berawal dengan Prokasih, singkatan dari Program Kali Bersih yang berlangsung tahun 1995-1997, program ini telah meningkatkan ketaatan perusahaan hingga 9,4 persen dari 213 perusahaan.

Sempat berhenti lima tahun karena krisis, tahun 2002 Prokasih berlangsung kembali dengan nama Proper, dengan kriteria yang lebih lengkap dan ketat: pengendalian pencemaran air, pengelolaan limbah beracun dan berbahaya, serta konsistensi dalam menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan.

Dalam perjalanannya, hasil pemeringkatan menjadi insentif dan disinsentif peserta Proper. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan serta Bursa Efek Jakarta, misalnya, mengungkapkan informasi pengelolaan lingkungan dalam laporan keuangan perusahaan. Kinerja pengelolaan lingkungan juga menjadi salah satu indikator investasi, seperti Dow Jones Sustainability Index dan FTSE4 Good Index Series. Gubernur Bank Indonesia juga telah menyurati pihak perbankan agar memanfaatkan Proper sebagai sumber informasi penilaian risiko lingkungan calon penerima pinjaman.

Dalam diskusi, Spesialis Lingkungan Senior dari Bank Dunia, Dora Nsuwa Cudjoe, mempertanyakan bagaimana tanggapan masyarakat terhadap hasil pemeringkatan perusahaan. Seperti diketahui, dalam Proper ada peringkat tertinggi, yaitu emas, berarti dalam proses produksi dan bisnis telah melampaui persyaratan, sekaligus mampu memberdayakan masyarakat di sekitar perusahaan. Selanjutnya, peringkat hijau berarti mengelola lingkungan melebihi persyaratan, biru berarti mengelola lingkungan sesuai persyaratan, merah berarti mengelola lingkungan tetapi belum sesuai persyaratan, dan terendah adalah hitam yang berarti lalai tidak memenuhi persyaratan.

Menurut Sigit Reliantoro, Asisten Deputi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang mengontrol polusi pertambangan, energi, minyak, dan gas, rakyat dengan advokasi para aktivis lingkungan sangat sadar dengan posisinya. Banyak perusahaan berperingkat hitam yang mereka demo hingga berhari-hari. Sementara perusahaan berperingkat hijau apalagi emas yang banyak berinteraksi dengan komunitas sekitar mendapat dukungan masyarakat.

Dalam hal kerja sama dengan media, kenyataan menunjukkan bahwa media dengan independensinya bisa menjadi mitra dalam menyosialisasikan Proper dan mengapresiasi program-program pemberdayaan masyarakat. Namun, di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup juga dapat kritik tajam jika kurang tanggap terhadap persoalan lingkungan di berbagai kawasan Nusantara.

Plus minus Proper, dengan konservasi dan efisiensi energi, proses produksi bersih yang tidak mencemari lingkungan, perlindungan keanekaan hayati, serta pemberdayaan masyarakat, mau tak mau harus diakui berkontribusi pada pembangunan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Mei 2015, di halaman 14 dengan judul "Belajar dari Proper".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger