Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 21 Mei 2015

DUDUK PERKARA: Mencari Titik Temu Etika Ekonomi dan Bisnis Kristen dan Islam (SUBUR TJAHJONO)

Sebuah konferensi bertema "Etika Ekonomi dan Bisnis dalam Kristen dan Islam" digelar di Aula Minor Universitas Kepausan Santo Thomas Aquinas atau Universitas Angelicum, Roma, Italia, Jumat (15/5). Konferensi itu menggugat praktik ekonomi pasar konvensional dan bisnis dewasa ini yang makin kompetitif dan individualistis.
Aktivitas layanan  nasabah di Bank Danamon Syariah di kawasan Tebet, Jakarta, beberapa waktu lalu. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar dan mayoritas Muslim merupakan pasar potensial perbankan syariah. Pertumbuhan aset bank syariah di Indonesia antara tahun 2009 dan 2013 adalah 37 persen.
KOMPAS/IWAN SETIYAWANAktivitas layanan nasabah di Bank Danamon Syariah di kawasan Tebet, Jakarta, beberapa waktu lalu. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar dan mayoritas Muslim merupakan pasar potensial perbankan syariah. Pertumbuhan aset bank syariah di Indonesia antara tahun 2009 dan 2013 adalah 37 persen.

Seperti diberitakan Kompas (http://print.kompas.com/baca/2015/05/17/Perlu-Didorong-Ekonomi-Berkeadilan), konferensi digelar Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Vatikan, Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, serta Fakultas Ilmu Sosial Universitas Angelicum.

Para pembicara membahas etika ekonomi dan bisnis dari sisi pandangan Katolik dan Islam. Pandangan Katolik diwakili oleh Ketua Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian Kardinal Peter KA Turkson, Guru Besar Etika Ekonomi Universitas Angelicum Suster Helen Alford, dan dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Angelicum Suster Alessandra Smerilli.

Pandangan Islam diwakili Ketua Otoritas Jasa Keuangan Indonesia Muliaman D Hadad, Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, dan Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia Sentul City Bogor Muhammad Syafii Antonio.

Kardinal Turkson menyampaikan doktrin Katolik untuk etika ekonomi dan bisnis. Selain bersumber dari Injil, etika ekonomi dan bisnis Katolik bersumber dari ensiklik atau surat edaran sosial Paus Benediktus XVI berjudul Caritas in Veritate atau Amal dalam Kebenaran (http://visnews-en.blogspot.com/2009/07/summary-of-encyclical-caritas-in.html) yang terbit pada 29 Juni 2009.

Acuan lain adalah Vocation of the Business Leader atau Panggilan Pemimpin Bisnis (http://www.iustitiaetpax.va/content/dam/giustiziaepace/VBL/Vocation_ENGLISH_4th%20edition.pdf) yang diterbitkan Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian. Dokumen ini pertama kali disampaikan Kardinal Turkson pada 30 Maret 2011 di hadapan 2.000 pebisnis Katolik di Lyon, Perancis.

Dalam ensikliknya, pada bab "Pembangunan Manusia pada Waktu Kita", Paus Benediktus XVI menulis, "ketika laba menjadi tujuan khusus, jika hal itu dihasilkan dari cara yang tidak benar, dan tanpa kebaikan bersama sebagai hasil utama, hal itu berisiko menghancurkan kekayaan dan menciptakan kemiskinan". Paus Benediktus XVI melanjutkan, "...kekayaan dunia meningkat secara absolut, tetapi ketimpangan meningkat dan bentuk baru kemiskinan muncul".

Pada bab "Persaudaraan, Pembangunan Ekonomi, dan Masyarakat Madani", ensiklik tersebut menggarisbawahi kebutuhan sistem yang melibatkan tiga hal, yaitu pasar, negara, dan masyarakat madani, dan mendorong pemberadaban ekonomi. Hal itu menggarisbawahi pentingnya bentuk ekonomi berdasarkan solidaritas dan mengindikasikan bagaimana antara pasar dan politik memerlukan individu-individu yang terbuka untuk saling memberi.

content

Pada bab "Pembangunan Manusia, Hak dan Kewajiban, serta Lingkungan", Paus Benediktus XVI menulis, ekonomi membutuhkan etika agar berfungsi secara benar, dan bukan etika apa saja, melainkan etika yang berpusat pada manusia. Pemusatan pada manusia juga menjadi acuan program pembangunan dan dalam kerja sama internasional.

Emas batangan  100 gram di kantor Bank BNI Syariah, Jakarta, beberapa waktu lalu. Beberapa aset yang diatur dalam etika Islam adalah pengelolaan uang, termasuk emas dan perak.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Layar menampilkan  Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)  di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, beberapa waktu lalu. Para pelaku dalam dunia pasar modal selayaknya selalu mengacu etika bisnis sebagai panduan bertindak.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Kardinal Turkson menyebut ensiklik tersebut dirinci dalam Panggilan Pemimpin Bisnis. Dokumen setebal 32 halaman itu menjadi vade-mecum atau buku pegangan bagi pemimpin bisnis untuk mengintegrasikan agama dengan pekerjaan mereka.

Dalam ringkasan eksekutif Panggilan Pemimpin Bisnis itu antara lain disebutkan, "ketika bisnis dan ekonomi pasar berfungsi dengan baik dan fokus pada kebaikan bersama, bisnis dan ekonomi pasar berkontribusi sangat baik pada kesejahteraan material dan bahkan kesejahteraan spiritual masyarakat".

Lebih lanjut disebutkan, "...pemimpin bisnis yang dipandu oleh prinsip-prinsip etika sosial, hidup melalui kebajikan dan diterangi Injil, dapat sukses dan berkontribusi pada kebaikan bersama".

Prinsip-prinsip etika Katolik

Dokumen Panggilan Pemimpin Bisnis itu menyebut dua prinsip dasar etika bisnis Katolik, yaitu martabat manusia dan kebaikan bersama.

Dalam prinsip martabat manusia, seperti sudah menjadi tradisi Gereja Katolik, manusia adalah citra Allah sehingga setiap manusia diperlakukan sebagai "siapa", bukan "apa", "seseorang", bukan "sesuatu".

Dalam prinsip kebaikan bersama, Konsili Vatikan Kedua (1962-1965) mendefinisikannya sebagai, "jumlah total dari kondisi-kondisi yang membebaskan orang-orang, baik kelompok atau perorangan, mendapatkan kebahagiaan mereka secara penuh dan mudah". Jadi, membangun persahabatan, keluarga, atau bisnis, menciptakan kebaikan bersama yang dibagi di antara sahabat, anggota keluarga, dan orang-orang yang terlibat dalam bisnis.

Dari dua prinsip dasar itu, dokumenPanggilan Pemimpin Bisnis membaginya ke dalam enam prinsip praktis bisnis.

Pertama, bisnis berkontribusi pada kebaikan bersama dengan memproduksi barang dan jasa yang sungguh baik.

Kedua, bisnis mempertahankan solidaritas kepada orang miskin dengan memberi perhatian kepada masyarakat yang kekurangan kebutuhan dasar, yang kekurangan pelayanan, dan yang membutuhkan bantuan.

Ketiga, bisnis berkontribusi kepada masyarakat dengan membantu mengembangkan pekerjaan yang mengangkat martabat manusia.

Keempat, bisnis menggunakan subsidiaritas untuk menyediakan peluang bagi karyawan guna mengembangkan bakatnya yang dapat dikontribusikan pada misi organisasi.

Kelima, model bisnis penatalayanan sumber daya-apakah modal, manusia, dan lingkungan-berada dalam kontrol.

Keenam, bisnis hanyalah alokasi manfaat pada semua pemangku kepentingan, yakni karyawan, pelanggan, investor, pemasok, dan masyarakat.

Sejumlah gerakan Katolik, seperti Focolare dan Compagnia delle Opere (CdO), telah mempraktikkan ekonomi baru dengan spirit Katolik. CdO, yang didirikan Luigi Giussani tahun 1986, beroperasi di Italia dengan anggota 36.000 perusahaan kecil dan menengah (http://www.cdo.it/).

Gerakan Focolare bahkan telah dibentuk tahun 1944 di Italia oleh Chiara Lubich. Gerakan ini mempunyai 1 juta pengikut di 182 negara. Pengikutnya tidak hanya penganut Katolik, tetapi juga penganut agama lain. Awalnya mereka bergerak untuk membantu orang miskin. Belakangan, Gerakan Focolare mendorong gerakan ekonomi baru yang disebut ekonomi komuni. Mereka mempromosikan budaya memberi laba perusahaan untuk kepentingan bersama. Hingga saat ini, sudah 152 perusahaan bergabung dalam Gerakan Focolare. Di Indonesia, Gerakan Focolare dibentuk pada 2 Juli 2011 di Yogyakarta (http://www.focolare.org/usa/professional-life/economy-of-communion/).

Prinsip-prinsip etika Islam

Prinsip-prinsip etika Islam dalam ekonomi dan bisnis dipaparkan oleh Halim Alamsyah dalam konferensi tersebut dengan bantuan ahli ekonomi syariah Bank Indonesia, Cecep M Hakim. Berdasarkan Al Quran, konsep etika dalam Islam adalah "adab" dan "akhlak". Akhlak meliputi kejujuran (siddiq), kreatif (fatanah), tepercaya (amanah), dan memberikan kebenaran (tabligh).

Halim membagi etika ekonomi dan bisnis ini ke dalam etika pengelolaan aset, etika bisnis, dan etika dalam pasar keuangan. Etika bisnis dalam Islam terdiri dari etika dalam produksi, konsumsi, dan distribusi. Sementara etika dalam pasar keuangan meliputi etika pengelolaan uang, transaksi, perbankan, dan pasar modal.

Aset, menurut Islam, dimiliki oleh Allah, tetapi manusia dapat mengelolanya dalam batasan tertentu. Aset tidak sepenuhnya dimiliki oleh seseorang, sebagian merupakan milik orang miskin dan yang membutuhkannya. Beberapa aset yang diatur dalam etika Islam adalah pengelolaan uang, termasuk emas dan perak. Etika Islam juga berurusan dengan barang-barang konsumsi dan barang-barang tahan lama.

Etika dalam produksi menganut prinsip bahwa bekerja adalah ibadah. Metode dalam produksi seyogianya tidak membahayakan sumber daya yang diberikan Allah dan menjadi karunia bagi manusia. Proses produksi juga seharusnya tidak membahayakan orang lain.

Etika Islam dalam distribusi adalah melarang penjualan barang yang pengirimannya meragukan. Etika Islam juga mengatur pembatasan monopoli. Siapa saja yang memonopoli barang berdosa. Barang siapa memonopoli bahan makanan selama 40 hari, dia telah memisahkan diri dari Allah dan Allah memisahkan-Nya dari dirinya.

Etika Islam dalam pasar keuangan berprinsip bahwa uang adalah medium pertukaran. Uang tidak dapat menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Bentuk uang lain dapat dipertukarkan dengan harga yang berbeda. Jika ditukar dengan bentuk yang sama, harus dalam nilai nominal yang sama. Uang tidak dapat menghasilkan uang hanya dengan berlalunya waktu.

Premis dasar dalam semua transaksi menurut Islam adalah sah kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Batasannya adalah riba, judi (maysir), ambiguitas (gharar), berbahaya (dharar), tak adil (zhalim), suap (rishwah), dan hal-hal tak sah (muharramat).

Dalam perbankan, etika Islam menjadi acuan mobilisasi dana, yaitu pemisahan antara kontrak kredit dan kontrak bagi hasil. Dalam pengucuran dana, dibedakan secara jelas antara syarat penjualan dan bagi hasil (mudaraba,musharaka), dibedakan secara jelas antara syarat penjualan dan sewa (ijara), dan dibedakan secara jelas antara syarat kredit (qard) dan penjualan.

Di pasar modal, etika Islam menjadi acuan untuk mengatasi berbagai aksi melanggar etika. Aksi-aksi itu antara lain adalah aksi penyembunyian informasi oleh penjual dengan maksud menipu pembeli. Dalam hukum Islam, hal itu disebut tadlis. Pelanggaran etika lainnya adalah upaya memengaruhi orang lain dengan perkataan atau aksi berisi kebohongan sehingga mendorong orang lain bertransaksi di pasar modal. Dalam Islam, praktik ini disebut taghrir. Di samping itu, ada larangan penjualan dan pembelian fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba).

Dalam praktik, ekonomi syariah juga berkembang pesat, tidak hanya di negara-negara Islam, tetapi juga bahkan ke negara-negara Eropa. Masyarakat yang menikmati ekonomi syariah ini juga tidak hanya Muslim, tetapi juga penganut agama lain. Bahkan, ada bank syariah yang dikelola penganut agama lain.

Syafii Antonio mencontohkan bank syariah Inggris, Al Rayan Bank, bank syariah terbesar kelima di dunia. Seorang Kristen, Michael Robert Hanlon, menjadi direktur pelaksana pertama bank syariah tersebut, yaitu tahun 2003-2007.

Kinerja bank syariah di tingkat global juga makin meyakinkan. Bank syariah terbaik di dunia dan Asia Pasifik tahun 2014, menurut majalah The Banker, adalah Maybank Islamic dari Malaysia (http://www.thebanker.com/Awards/Islamic-Bank-of-the-Year-Awards/Islamic-Bank-of-the-Year-Awards-2014#Global). Menurut majalah Asia Money, bank syariah terbaik di Asia tahun 2014 adalah CIMB, juga dari Malaysia. Bank syariah terbaik di Indonesia adalah Bank Syariah Mandiri (http://www.globalcapital.com/article/r9xxtnw8dsjb/asiamoney-asian-islamic-banking-awards).

Seperti dipaparkan Muliaman D Hadad, pertumbuhan aset bank syariah di Indonesia antara tahun 2009-2013 adalah 37 persen. Pada periode yang sama, asuransi syariah atau takafultumbuh 31 persen. Bahkan, pembiayaan syariah tumbuh 149 persen pada periode yang sama (lihat infografis).

Tantangannya di Indonesia adalah bagaimana memperluas jangkauan masyarakat luas terhadap lembaga keuangan karena selama ini hanya 22 persen penduduk yang dapat mengakses jasa keuangan.

Dari perkembangan ekonomi dengan spirit Katolik dan ekonomi syariah tersebut terlihat bahwa praksis ekonomi yang lebih manusiawi sebenarnya dapat dikembangkan, tidak semata-mata tergantung pada ekonomi pasar konvensional.

Secara filosofis, seperti dikemukakan Syafii Antonio, sebenarnya Kristen dan Islam punya pandangan yang sama, misalnya dalam memandang riba dan bunga. Berdasarkan kitab suci masing-masing, Kristen dan Islam sama-sama menolak riba dan bunga.

Oleh karena itu, Syafii mengharapkan titik temu ini dapat menjadi dasar kerja sama ekonomi untuk penyelesaian konflik berlatar belakang agama, misalnya untuk menyelesaikan konflik di Sudan Utara yang Islam dan Sudan Selatan yang Kristen. Kardinal Turkson menuturkan bahwa kerja sama pebisnis Islam dan Kristen tersebut telah berlangsung di Lebanon.

Kerja sama ekonomi antara Kristen-Islam tersebut diharapkan dapat terus diperluas di sejumlah negara yang terlibat konflik sehingga dapat membantu terciptanya perdamaian dunia.

Kompas cetak, 21 Mei 2015

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger