Santosa mengingatkan bahwa sejarah Indonesia tak lagi mencatat empat tokoh Tionghoa dalam sejarah Indonesia, teman Bung Karno, pada kasus persidangan BPUPKI. Dikemukakan bantahan sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam. Ilmuwan itu menyebutkan ada dua alinea yang ditambahkan dan tak ada di dalam teks bahasa Inggris dari biografi Bung Karno oleh Cindy Adam. Pada dua alinea itu Bung Karno mengecam Moh Hatta, yang dikatakan sebagai sekadar memperuncing hubungan kedua tokoh proklamator tadi.
Catatan di atas bisa benar, bisa salah. Saya hanya mengemukakan dua kasus.
Pertama, dari buku Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terbitan Sekretariat Negara (1998). Pernyataan Indonesia merdeka, dikatakan Bung Karno di depan rapat BPUPKI 14 Juli 1945, dimaksudkan memberi alasan "kita bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan". Isinya 12 alinea pernyataan atas empat masalah. Alinea pertama tentang kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, termasuk luas wilayah Indonesia yang meliputi Indonesia sekarang ditambah daratan Asia sampai perbatasan Siam. Di bagian lain disebut termasuk Malaya dan Timor Leste. Alinea 2-5 mengecam keras penjajahan Barat. Alinea 6-10 memuji Dai Nippon Teikoku dengan Perang Asia Timur Raya yang menentang imperialisme Barat. Deklarasi itu ditutup dengan alinea 11-12: perjuangan bangsa Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia, dst. Pernyataan ini sudah diterima dalam sidang BPUPKI. Entah bagaimana prosesnya, pada sidang PPKI 18 Agustus 1945, tidak dikemukakan atau dihilangkan.
Kedua, dari buku Soekarno, Membongkar Sisi-Sisi Hidup Putra Sang Fajar terbitan Penerbit Buku Kompas (2013) dengan editor Daniel Dhakidae. Dalam halaman 162-169: (a) Setelah dibebaskan dari penjara pada 31 Desember 1931, Bung Karno ditangkap kembali pada 31 Juli 1933; (b) Akibat penahanan kedua ini, Bung Karno menulis empat surat kepada pemerintah (Hindia Belanda) untuk membebaskannya dengan berbagai alasan. Dalam surat pertama (30 Agustus 1933) Soekarno mengatakan, "Aku berjanji untuk selanjutnya mengundurkan diri dari kehidupan politik, dan menjadi warga negara yang tenang untuk mengurus keluarga dengan menjalankan praktik arsitek dan keinsinyuran." Surat itu pun berlanjut, "Sejauh yang menyangkut diriku, ketidakbebasan, begitu berat diderita, dan kali ini menyebabkan perubahan mendalam dalam jiwaku."
Surat lain dan proses di antara pengeluaran surat tadi adalah drama politik yang tak mudah dipahami apabila datang dari seorang Bung Karno yang tampak kukuh dan berani. Namun, Bung Hatta punya penilaian lain. Di buku itu pada halaman 168 dimuat komentar Bung Hatta yang dimuat surat kabarDaulat Ra'yat, sebuah komentar amat tajam dan mungkin menyakitkan para pendukung Bung Karno.
Ini saya kemukakan agar sejarah kita benar dan jujur.
YUSTAFA, JALAN SOEKARNO-HATTA, BANDUNG
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Juni 2015, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi ".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar