Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 27 Juni 2015

Meredam Spekulan Pangan (GATOT IRIANTO)

Menjelang hari besar keagamaan, harga pangan selalu melambung diikuti kelangkaan (shortage) pasokannya sehingga daya beli masyarakat semakin melemah.

Fenomena ini dipastikan bukan karena mekanisme demand and supply(kebutuhan dan pasokan) semata. Argumennya, kejadiannya terus berulang dengan besaran intensitas, frekuensi, dan durasi yang terus meningkat. Mengapa pemerintah "tidak berdaya" menyelesaikan masalah tersebut sehingga spekulan pangan merajalela dan rakyat merana?

Berapa kenaikan harga yang wajar pada momen tersebut? Wajarkah harga beras di pasar pada akhir Januari 2015 melampaui Rp 12.000 per kilogram, sementara Februari 2015 panen raya? Benarkah turbulensi harga beras saat itu untuk menekan pemerintah agar melakukan impor, karena stok beras di Vietnam dan Thailand melimpah tanpa pembeli?

Wajarkah harga bawang merah yang biaya produksinya Rp 15.000 per kg harganya menyentuh Rp 40.000 per kg? Mengapa harga daging ayam melonjak dua kali lipat? Benarkah auktor intelektualis dan penikmat utama gejolak harga bahan pangan ini adalah spekulan pangan? Benarkah harga padi, jagung, kedelai, daging sapi, gula, daging ayam, cabai, dan bawang merah juga dikendalikan mereka, dan didukung pembentukan opini publik di media? Bagaimana penyelesaian menyeluruhnya?

Upaya khusus

Solusi fundamentalnya adalah memenuhi pasokan pangan secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas melalui: (i) upaya khusus (upsus) percepatan swasembada pangan dan (ii) peraturan presiden tentang perdagangan bahan pangan pokok yang mengatur  tentang: harga, volume, dan waktu penyimpanan bahan pangan merupakan solusi fundamentalnya.

 Pilihan pemerintah membentuk upsus pajale (padi, jagung, dan kedelai), dan upsus pangan lainnya, seperti daging sapi, gula, cabai, dan bawang merah patut diapresiasi. Gerakan upsus yang masif dan terstruktur dari pemerintah pusat, sampai tingkat operasional lapangan (penyuluh, pengairan, dan koordinator statistik kecamatan serta badan pembina desa) menyebabkan akselerasi pencapaian swasembada bahan pangan pokok dapat dimaksimalkan kinerjanya.

Hasilnya sangat signifikan antara lain: luas tanam padi periode Oktober 2014- Maret 2015 meningkat lebih dari 500.0000 hektar dibandingkan periode sama 2013/2014. Terjadi peningkatan luas panen, produktivitas, produksi tertinggi dalam sejarah. Jika konsisten, produksi padi nasional diprediksi melampaui 76 juta ton gabah kering giling (GKG) dan Indonesia berdaulat atas beras tahun 2015.

Pada 2016 dan 2017 pemerintah membidik swasembada jagung dan kedelai. Penyelewengan pupuk dapat direduksi secara signifikan. Untuk memaksimalkan serapan gabah oleh Perum Bulog dan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), TNI telah memfasilitasi petani untuk menjual gabah langsung ke Bulog dan PIHC agar pemerintah kuat cadangan pangannya untuk stabilisasi harga dan pasokan dan petani tidak menjadi obyek eksploitasi rentenir.

Perpres perdagangan pangan pokok

Pemerintah harus segera melaksanakan perintah amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal 25 Ayat (3) dan Pasal 29 Ayat (3) yang menyatakan "barang kebutuhan pokok dan barang penting ditetapkan dengan Peraturan Presiden" dan "ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting diatur dengan atau berdasarkan peraturan presiden". 

Melambungnya harga cabai, telur, dan ayam potong menjelang Ramadhan dan hari raya apa pun argumennya tak bisa ditoleransi. Pemerintah harus hadir melindungi rakyat dari eksploitasi spekulan pangan, bukan membiarkan dengan menganggap melonjaknya harga dan pasokan bahan pangan sebagai hal wajar.

Paling tidak ada tiga hal yang perlu diatur, yaitu volume maksimum bahan pangan pokok yang dapat disimpan, harga maksimum yang diizinkan, serta waktu penyimpanan maksimum. Besaran volume bahan pangan maksimum dapat ditetapkan jika pemerintah provinsi, kabupaten/kota memiliki data time seriespenjualan bahan pangan pokok oleh kios dan distributor bulanan. Harga maksimum dapat dihitung lebih sederhana dari biaya produksi plus keuntungan ditambah batas toleransi yang diizinkan dalam perayaan hari besar keagamaan.

Sementara, untuk waktu penyimpanan, harus dicari kombinasi yang ideal agar stok tidak bergeser menjadi penimbunan. Tentu jenis komoditas juga harus diperhitungkan. Untuk beras sekitar dua bulan adalah periode yang optimal. Tim pengendali inflasi daerah (TPID) harus mengambil peran signifikan dalam mengelola pasokan dan harga bahan pangan pokok. Mekanisme pengawasan mutlak diintensifkan dan sinergi pemerintah bersama masyarakat menjadi kuncinya.

Pengalaman penangkapan penyimpangan pupuk bersubsidi oleh aparat TNI dan Polri sebagian besar bersumber dari informasi atau laporan masyarakat. Pemerintah harus melakukan audit stok gudang dengan memanfaatkan informasi masyarakat.  

Transparansi publik dan perluasan peran Bulog

 Kewajaran atas harga bahan pangan pokok di setiap strata (distributor dan kios) pada setiap hari besar keagamaan perlu ditetapkan pemerintah secara transparan, sehingga masyarakat dapat membantu melakukan pengawasan di lapangan. Penegakan aturan harga maksimum, volume maksimum, dan waktu maksimum dalam distribusi bahan pangan pokok menjadi indikator keseriusan pemerintah dalam mematahkan dominasi spekulan pangan.

Sertifikasi gudang pangan dengan memberikan "atribut gudang" berupa koordinat lokasi, kapasitas gudang, kontak pengelola, dengan mewajibkan pemiliknya memberikan laporan ke pemerintah secara periodik harus segera dilakukan. Selain memudahkan pemantauan, hal ini juga akan mempersempit ruang gerak spekulan pangan dalam "menggoreng" harga dan pasokan bahan pangan. Pemerintah kabupaten/kota harus bisa memastikan hanya gudang resmi yang diizinkan menyimpan bahan pangan pokok.

Selanjutnya, data real time pasokan dan harga pangan dapat diakses pengambil kebijakan dengan cepat sehingga para pengambil keputusan dapat segera melakukan pengendalian harga dan pasokan sebelum terjadi gejolak. Importasi pangan dapat dilakukan dalam hal terpaksa, namun harus dilakukan institusi pemerintah, misalnya Bulog. Argumennya, margin keuntungan harus kembali ke pemerintah sehingga Bulog bisa dimintai pertanggungjawabannya jika terjadi turbulensi harga dan pasokan pangan.

Pengembalian peran Bulog ke fungsi awal sebagai penyangga, stabilisator harga, dan pasokan pangan harus segera dilakukan agar rakyat tidak dijadikan sapi perah dan eksploitasi para spekulan pangan. Percepatan pembangunan tol laut perlu disegerakan agar masyarakat memperoleh suplai dan harga pangan yang wajar sehingga mampu meredam spekulan. Kebutuhan lainnya juga dapat diberikan sehingga masyarakat yang bermukim nun jauh di sana mendapatkan pelayanan atau perlakuan sama tanpa diskriminasi.

 GATOT IRIANTO

Ketua Upsus Padi, Jagung, dan Kedelai Nasional

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juni 2015, di halaman 6 dengan judul "Meredam Spekulan Pangan".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger