Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 03 Juli 2015

TAJUK RENCANA: Perbedaan Etis Politisi dan Birokrat (kompas)

Pernyataan kepada publik soal ada menteri yang menjelek- jelekkan Presiden, yang disampaikan menteri lainnya, menggerus soliditas korps dan etika.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak menyebut nama, hanya dia katakan, seorang perempuan menteri bidang ekonomi dan punya rekamannya. Pernyataan itu bersayap, apalagi dalam konteks aktual ada isu perombakan kabinet. Secara etis dan tidak langsung berurusan dengan moral baik dan buruk, pernyataan seorang pejabat publik—taruhlah seorang menteri—perlu dibedakan antara konsumsi publik dan konsumsi terbatas.

Faktor aktualitas berpengaruh menyulutnya jadi sensitif-bersayap. Diandaikan dia menyatu dengan sosok-jati diri pejabat publik, ketika yang bersangkutan berasal dari partai atau berlatar belakang aktivis partai, mengumumkan kegagalan dan sikap negatif kolega secara publik, ibarat menaruh bara api kecurigaan.

Ada perbedaan etika politisi dan pejabat publik. Politisi punya target memenangi perang. Tujuan instrumen komunikasinya (Jurgen Habermas) agar sasaran tercapai. Tujuan instrumen komunikasi pejabat publik adalah keberhasilan apa yang menjadi tujuan bersama. Dalam kabinet presidensial, presiden dan wakil presiden adalah patron yang mengikat kebersamaan kerja dan spirit kabinet. Langit-langit orientasi pejabat publik lebih tinggi daripada politisi.

Membedakan kepentingan politisi dan birokrat tidak berarti menutup penilaian kritis patron dan kebijakannya. Membicarakannya secara kritis dalam ruang terbatas merupakan keharusan demi terbangunnya komunikasi saling pengertian antara patron dan bawahan. Persyaratan terjadinya komunikasi menuntut kejelasan, kebenaran, kejujuran, dan ketepatan dalam sebuah pembicaraan terbatas ataupun umum.

Dalam konteks pemerian dan kasus di atas, kurang (tidak) etis kalau pembicaraan yang terbatas dilakukan penyadapan sebab penyadapan hanya dibenarkan dalam konteks penyelidikan dugaan kejahatan. Soliditas korps tergerus oleh sikap saling curiga, apalagi korps kabinet yang juga berasal dari partai-partai. Ketika aktivis/kader/petinggi partai duduk dalam jabatan publik, wajar kalau kepentingan publik didahulukan dari kepentingan partai.

Catatan ini jauh dari maksud membenarkan atau menyalahkan (moral) Mendagri. Catatan ini sekadar ajakan memahami perbedaan substanstif etis antara profesi politisi dan profesi birokrat. Konstituen politisi itu pendukung dan penyandang dana, konstituen pejabat birokrat adalah kebaikan bersama (sebagian besar rakyat).

Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa dirinya sudah mengerti kondisi kinerja anggota kabinetnya, tidak perlu kita recoki dengan wacana yang menambah kikuk menjatuhkan pilihan. Kepentingan umum kita harapkan lebih didahulukan dari kepentingan kelompok, harapan yang tampaknya dalam praktik semakin tidak mudah.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Perbedaan Etis Politisi dan Birokrat".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger