Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 22 September 2015

Menyikapi Kekeringan Ekstrem (Kompas)

Pembaca berita tentang kekeringan ekstrem, ada sejumlah wilayah mengalami hari tanpa hujan lebih dari 60 hari, bahkan lebih dari 100 hari.

Kekeringan ekstrem ini, seperti dijelaskan Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Jawa Tengah Reni Kraningtyas (Kompas, 21/9), diamati di daerah Wonogiri, Karanganyar, dan Demak. Daerah dengan kekeringan ekstrem tentu bisa bertambah jika musim hujan baru akan datang akhir Oktober atau awal November.

Sebelum ini, kita juga membaca berita, rata-rata debit air di 993 bendung di Kabupaten Magelang kini tinggal 10-20 persen. Sebagai akibatnya, ada sekitar 12.000 hektar lahan pertanian tidak teraliri air dan pengairan di 26.000 hektar lahan lain terganggu.

Kekeringan akibat El Nino ini juga dilaporkan terjadi di Kepulauan Riau. Di sana, waduk menjadi sumber air utama penduduk di Karimun, Batam, Bintan, dan Tanjung Pinang. Namun, sebagian waduk sudah tidak bisa disedot lagi karena permukaan airnya sudah surut mendekati dasar.

Akibat rentang geografis, kekeringan tidak merata di seluruh negeri. Kota di Sumatera Utara, seperti Medan, sejak awal September sudah mendapatkan hujan, malah Kabupaten Aceh Utara awal September ini dilanda banjir.

Kita sadari, hidup di wilayah luas dengan potensi cuaca berlainan membuat kita punya banyak pekerjaan rumah. Satu wilayah harus mengendalikan air, tempat lain menyediakan air.

Memang, menghadapi kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu, penyuluhan kepada petani menjadi semakin penting. Sebagaimana dikemukakan Kepala BMKG Semarang Herizal, pertanian tak semata berkaitan dengan tanah, bibit, dan pupuk, tetapi juga cuaca. "Dengan kemampuan memahami cuaca, petani akan lebih siap untuk menyiasati musim dan mengatur pola tanam," ujarnya.

Selain menanamkan pemahaman akan pola perubahan iklim dan cuaca ekstrem, yang dibutuhkan sekarang tentu penyediaan air bersih. Tepat jika Badan Nasional Penanggulangan Bencana segera turun tangan memberikan bantuan untuk pembuatan sumur bor dan embung. Kabupaten Klaten dan Wonogiri yang paling kena dampak kekeringan di Jawa Tengah sangat menghargai bantuan ini.

Apa boleh buat, alam punya daulat sendiri dan manusia punya kewajiban untuk makin pintar membaca tanda-tanda alam. Satu fakta bahwa fenomena iklim dan cuaca memperlihatkan, perubahan iklim dan pemanasan global sudah harus diterima sebagai satu realitas.

Tugas pemerintah, kita sadari, semakin tidak ringan. Adagium gouverner c'est prevoir—bahwa memerintah itu melihat lebih dulu—meniscayakan adanya jajaran pemerintah yang tanggap dan waskita. Begitu tanda-tanda El Nino nyata, peta daerah berpotensi kekeringan sudah siap di tangan. Janganlah untuk urusan kekeringan dan kelangkaan air bersih kita selalu kecolongan seperti halnya bencana asap yang terjadi dan terjadi lagi setiap tahun.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 September 2015, di halaman 6 dengan judul "Menyikapi Kekeringan Ekstrem".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger