Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 04 September 2015

TAJUK RENCANA: Seruan Persatuan dari PAN (Kompas)

Keputusan Partai Amanat Nasional bergabung dengan pemerintah tentu bakal mengubah konstelasi politik di DPR.

Analisis muncul sehubungan dengan kedatangan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Majelis Pertimbangan PAN Soetrisno Bachir, Sekjen PAN Edi Suparno yang ditemani Ketua Umum Partai Hanura Wiranto bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana. Dengan 48 kursi di DPR, posisi koalisi pendukung pemerintah bertambah cukup signifikan.

Seusai bertemu dengan Presiden, Zulkifli yang Ketua MPR mengatakan, PAN tidak sekadar mendukung pemerintah, tetapi bergabung dengan pemerintah. Dalam situasi sulit untuk menghadapi pelambatan ekonomi, Zulkifli menyerukan perlunya persatuan di antara komponen bangsa guna mengantisipasi pelambatan ekonomi.

Keputusan politik PAN tersebut tentu memunculkan reaksi. Reaksi itu wajar dalam perpolitikan Indonesia kontemporer meski, sebenarnya, praktik politik di Indonesia telah mempertontonkan bahwa tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan. Ketika dua koalisi partai seakan berhadapan di pemerintahan pusat, di sejumlah pemilihan kepala daerah mereka justru sama-sama bergabung dan berkoalisi mengusung calon.

Harus diakui, selama sepuluh bulan pemerintahan Presiden Joko Widodo, sebenarnya tidak cukup banyak gangguan signifikan dari DPR. DPR terbuka dengan ide ataupun putusan Jokowi. Dengan masuknya PAN dalam jajaran koalisi pemerintah, seharusnya kerja pemerintahan Presiden Jokowi bisa lebih mudah. Bahkan, harus jujur diakui, kegaduhan justru sering datang dari dalam pemerintahan Presiden Jokowi sendiri, baik dari dalam partai pendukung maupun dari anggota kabinetnya.

Dalam konstelasi politik seperti itulah, kita garis bawahi pernyataan Zulkifli tentang perlunya persatuan di antara komponen bangsa guna menghadapi pelambatan ekonomi. Seruan Zulklifi masuk akal. Persatuan dan konsentrasi setiap komponen diperlukan. Persatuan juga harus ditunjukkan di dalam tubuh pemerintahan, termasuk dalam Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Jokowi.

Jangan sampai masyarakat selalu mendapat sinyal negatif dari dalam pemerintahan ketika sesama menteri saling berbantahan di muka umum, ketika otoritas presiden digerogoti pembantunya. Jika pertarungan kepentingan di antara anggota kabinet atau kelompok pendukung terus saja terjadi tanpa bisa dikelola dengan baik, kepercayaan publik akan kian sulit ditingkatkan.

Dalam situasi kebatinan seperti itulah, seruan persatuan dari salah seorang ketua partai oposisi punya landasan moral. Pelambatan ekonomi bangsa ini akibat gabUNGAN FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL AKAN BERDAMPAK PADA KITA SEMUA. PERSATUAN PERLU DITUNJUKKAN PEMERINTAH DENGAN DUNIA USAHA SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PEREKONOMIAN.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 September 2015, di halaman 6 dengan judul "Seruan Persatuan dari PAN".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger