Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 28 Oktober 2015

TAJUK RENCANA: Kebijakan Baru Eropa soal Migran (Kompas)

Keputusan pertemuan darurat mini para pemimpin Eropa di Brussels, Belgia, Senin lalu, menghasilkan terobosan untuk mengatasi masalah migran.

Para pemimpin negara anggota Uni Eropa—Austria, Bulgaria, Kroasia, Jerman, Yunani, Hongaria, Belanda, Romania, Slovenia, dan Swedia—dan para pemimpin negara-negara Balkan bersepakat membangun pusat penampungan. Pusat penampungan tersebut, yang akan dibangun di Yunani, akan mampu menampung 100.000 orang.

Di tempat itulah, nantinya, para pengungsi akan diseleksi. Mereka yang tidak memenuhi syarat akan dipulangkan. Keputusan membangun tempat penampungan antara lain untuk menahan membanjirnya imigran ke Eropa dan memberantas penyelundupan orang. Uni Eropa bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyiapkan tempat pengungsian itu.

Kebijakan tersebut diambil setelah terjadi perdebatan sengit di antara para pemimpin negara Uni Eropa dan Balkan tentang bagaimana mengatasi tsunami pengungsi ke Eropa. Hingga kini, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi, tercatat 670.000 migran masuk ke Eropa. Ini merupakan jumlah terbanyak sejak tahun 1945 ketika dan setelah Perang Dunia II meskipun jumlah yang pasti tidak diketahui.

Gelombang migran semakin menjadi-jadi seiring dengan memburuknya kondisi di Suriah. Memang, tidak semua migran berasal dari Suriah, tetapi Suriah menjadi "sumber" utama migran. Negara lain yang menjadi asal migran adalah Kosovo, Afganistan, Albania, Irak, Pakistan, Eritrea, Serbia, Ukraina, Nigeria, dan Libya.

Tidak semua migran berhasil melintasi Laut Tengah untuk masuk Eropa. Demikian pula, tidak semua migran yang lewat daratan, keluar dari Turki lalu ke Bulgaria, bisa sampai tujuan dengan selamat. Lebih dari 3.000 orang tewas di perjalanan. Mereka yang bisa masuk ke Eropa pun banyak yang menggelandang, tidur di lapangan terbuka.

Problemnya adalah tidak semua negara Uni Eropa dan Balkan siap menerima mereka karena berbagai alasan, antara lain ekonomi. Yang nyata-nyata siap dan membuka pintu lebar-lebar adalah Jerman. Pada saat yang bersamaan, ada juga orang yang memanfaatkan situasi dan kondisi dengan memperdagangkan atau menyelundupkan migran dengan imbalan uang. Mereka mencari keuntungan di atas penderitaan orang lain.

Eropa, senyatanya, memang menghadapi persoalan pelik dan berat. Di satu sisi banyak negara yang tidak bisa bersikap seperti Jerman, tetapi mereka tidak bisa menutup mata atas alasan kemanusiaan. Karena itu, demi kemanusiaan, semestinya kebijakan baru Eropa membangun penampungan imigran perlu mendapat dukungan dari negara-negara lain, termasuk negara-negara Arab yang kaya raya dan, tentu juga, Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Kebijakan Baru Eropa soal Migran".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger