Pemberitaan muncul saat Jokowi bertemu Presiden Barack Obama di Washington DC, awal pekan ini. Berita itu kemarin diluruskan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, pemerintah masih mengkaji kesertaan Indonesia dalam kesepakatan perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP).
Kesertaan Indonesia di dalam TPP memerlukan kajian mendalam karena beberapa alasan. Kesepakatan perdagangan bebas di antara 12 negara lingkar Pasifik itu sudah melalui proses perundingan panjang di antara negara peserta hingga mencapai kesepakatan pada 5 Oktober lalu.
Apabila bergabung setelah kesepakatan tercapai, Indonesia kehilangan kesempatan merundingkan kepentingan nasional di dalamnya. Kesepakatan untuk menghilangkan hambatan perdagangan, terutama tarif, itu belum tentu sejalan dengan kepentingan nasional.
Kesepakatan yang dimotori Amerika Serikat tersebut tidak menyertakan Tiongkok, negara dengan besaran ekonomi kedua di dunia setelah AS. Dalam perubahan geopolitik seusai Perang Dingin, Tiongkok ingin menjadi kutub kekuatan ekonomi dan militer mengimbangi pengaruh AS. Kuat dugaan, TPP menjadi cara AS mengimbangi pengaruh Tiongkok di Asia Pasifik.
Selain itu, kesepakatan TPP perlu disetujui parlemen negara peserta. Bukan tidak mungkin TPP akan ditolak Parlemen AS karena suara Demokrat sebagai pendukung Obama juga terpecah mengenai TPP.
Indonesia masih perlu meningkatkan daya saing ekonomi. Tiga hal perlu dikaji mendalam, yaitu hak atas kekayaan intelektual, sektor infrastruktur, dan sektor finansial. Penerima Nobel Ekonomi, Joseph Stiglitz, mengingatkan, perjanjian di dalam TPP dapat membatasi kemampuan negara menjalankan fungsi dasarnya melindungi keselamatan dan kepentingan dasar rakyatnya, menstabilkan perekonomian, dan menjaga lingkungan.
Kita harus mengakui, banyak hal perlu dibenahi untuk dapat bersaing di pasar bebas. Hal itu mulai dari pengembangan riset dan teknologi, iklim inovasi, daya saing logistik dan infrastruktur, modernisasi sektor pertanian, serta perikanan dalam arti luas yang menjadi sumber penghidupan lebih dari separuh penduduk, hingga pengembangan kewirausahaan dan sektor UKM.
Kesepakatan TPP menjadi momentum bagi Indonesia menentukan produk dan sektor unggulan, disertai dukungan kebijakan menyeluruh, termasuk kelembagaan.
Kita tidak dapat menutup diri dari perdagangan global karena telah memilih membuka diri. Tidak ada cara lain selain terus bekerja keras memperbaiki daya saing kita.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Kesertaan Indonesia di TPP".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar