Mahkamah Agung memutuskan kepengurusan Golkar yang sah adalah hasil Munas Partai Golkar di Riau tahun 2009. Munas Riau menempatkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum dan Idrus Marham sebagai sekjen, sedangkan Agung Laksono sebagai Wakil Ketua Umum. Adapun kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang sah adalah hasil Muktamar Bandung 2011. Putusan Muktamar Bandung menempatkan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum PPP dan Romahurmuziy sebagai sekjen.
Kisruh partai politik yang tak bisa dirampungkan secara internal akhirnya dibawa ke jalur hukum. Saling gugat antarpengurus pun terjadi sehingga menambah kompleks persoalan di dalam tubuh partai. Situasi seperti ini terasa ironis karena UU Partai Politik memberikan kedaulatan kepada partai untuk menyelesaikan masalahnya secara internal melalui apa yang disebut Mahkamah Partai. Namun, realitas yang ada menunjukkan kedua partai itu masih membutuhkan pengadilan untuk menyelesaikan sengketa kepengurusan mereka.
Dualisme kepengurusan di dalam partai politik jelas membawa dampak bagi kehidupan partai. Dari sejumlah pemilihan kepala daerah pada 9 Desember 2015, partai yang sedang berkonflik tidak bisa mengajukan calon kepala daerah. Konflik tak berkesudahan itu membuat persepsi publik atas partai politik tak kunjung membaik.
Ketika putusan Mahkamah Agung dijatuhkan, situasinya berubah. Ketua Umum Suryadharma Ali menjadi tersangka KPK. Situasi inilah yang harus diselesaikan secara internal oleh partai politik. Menurut catatan harian ini, kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Riau dan PPP Muktamar Bandung berakhir tahun 2015.
Politik adalah seni mencari berbagai kemungkinan, termasuk kemungkinan mencari solusi atas konflik internal di dalam partai. Kini, Mahkamah Agung telah memberikan kata akhir. Inilah momentum yang tepat bagi kedua partai politik untuk menyelesaikan sengketa kepengurusan itu. Mekanisme internal partai bisa menindaklanjuti putusan MA, apakah melalui munas rekonsiliasi atau munas biasa. Konflik yang tak kunjung berakhir itu selayaknya disudahi. Bangsa ini membutuhkan konsentrasi dan kontribusi pemikiran semua pihak untuk mengatasi berbagai masalah kebangsaan. Konflik yang tidak terselesaikan juga akan membuat citra partai politik itu kian terpuruk. Masyarakat akan mencibir bagaimana pengurus partai mau menyelesaikan masalah bangsa kalau menyelesaikan masalah internalnya saja tidak bisa.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Menyudahi Sengketa Partai".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar