Seorang laki-laki berusia 21 tahun mengenakan topeng dengan membawa pedang dan pisau tajam membunuh seorang asisten guru dan seorang anak laki-laki serta melukai dua orang. Keempatnya adalah imigran. Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven mengatakan, "Ini adalah hari yang hitam bagi Swedia. Peristiwa ini adalah tragedi yang memukul seluruh negeri ini."
Serangan berdasarkan rasisme di kota yang sebagian besar penduduknya imigran itu memicu kekhawatiran. Apalagi, pembunuhan itu terjadi pada saat Pemerintah Swedia mengumumkan, lebih dari 190.000 migran akan tiba di Swedia pada tahun ini.
Laki-laki bertopeng itu kemudian ditembak polisi dan meninggal tidak lama sesudahnya saat dirawat di rumah sakit. Polisi menyebutkan, laki-laki bertopeng itu membunuh dengan didasari motif rasisme dan ia telah merencanakan serangan itu. Dari caranya berpakaian dan tingkah lakunya di lokasi penembakan, tampak jelas ia memilih-milih korbannya. Saat polisi menggeledah rumahnya, ditemukan catatan bunuh diri. Hal itu menunjukkan, pelaku bertindak sendirian.
Kita lega bahwa laki-laki itu bertindak seorang diri. Persoalannya akan menjadi runyam jika laki-laki itu memiliki kelompok. Oleh karena jika laki-laki itu memiliki kelompok, dapat dipastikan pembunuhan terhadap imigran akan berlanjut dan bahkan bereskalasi.
Menteri Dalam Negeri Swedia Anders Ygeman mengatakan, jumlah besar migran yang datang ke Swedia itu telah membakar sentimen rasisme di antara sebagian kecil anggota masyarakat. Hal itu tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu, Ygeman menegaskan, semua kekuatan baik harus dimobilisasi untuk melawan kekerasan yang didasari rasisme.
Pemerintah dan oposisi, Jumat, sepakat untuk memperketat kebijakan imigrasi Swedia yang dianggap terlalu longgar karena khawatir sumber daya mereka terkuras untuk menyiapkan tempat penampungan bagi para migran.
Namun, Ygeman membela kebijakan imigrasi Swedia yang longgar. "Kita tidak dapat menyalahkan kebijakan tentang suaka hanya karena ada satu orang gila membunuh anak-anak," ujarnya. Ia menggambarkan bagaimana dulu Swedia menerima pengungsi Vietnam tahun 1970-an dan pengungsi Perang Teluk tahun 1990-an.
Apa yang diperjuangkan Ygeman itu jelas. Yang harus dilawan adalah kekerasan, terutama kekerasan yang didasari rasisme, bukan mencegah masuknya para migran yang dalam batas-batas tertentu memerlukan perlindungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar