Termasuk di dalamnya agenda pembangunan nasional terkait pelaksanaan paket-paket kebijakan ekonomi dan upaya menggenjot investasi. Dari sisi apa pun, peran kepala daerah dalam menyukseskan program dan agenda pembangunan memang sudah menjadi keniscayaan.
Bukan saja karena aparatur daerah adalah ujung tombak pembangunan di daerah dan konsentrasi pelaksanaan pembangunan nasional ada di daerah, antara lain karena 80 persen APBN teralokasi ke daerah, melainkan juga karena sebagian besar investasi terjadi di daerah. Banyak perizinan investasi pada era otonomi daerah ada di tangan daerah.
Selain itu, iklim investasi yang dikeluhkan investor selama ini banyak menyinggung kebijakan di daerah yang dianggap tak kondusif, khususnya terkait keberadaan ribuan peraturan daerah (perda) yang justru menghambat investasi. Memang, dalam beberapa tahun terakhir, ratusan perda dapat dipangkas, tetapi tidak sedikit perda baru yang bermunculan. Demikian pula sebaliknya, banyak kebijakan pusat yang dituding menghambat investasi di daerah.
Maraknya perda, tumpang tindih aturan antara pusat dan daerah, antarinstansi/antarsektor, serta pelayanan perizinan yang berbeli-belit dan memakan waktu lama, dituding ikut menjadi penyebab rendahnya realisasi investasi. Selain faktor lain, seperti infrastruktur, perburuhan, dan kepastian hukum.
Di sinilah urgensi menyelaraskan kebijakan pusat-daerah, dengan menyingkirkan ego yang ada. Isunya adalah apakah pemerintah daerah siap berlari cepat seperti dituntut pemerintah pusat atau, sebaliknya, apakah pemerintah pusat sudah mengerjakan apa yang menjadi pekerjaan rumahnya.
Kita melihat banyak terobosan dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi, termasuk menggenjot infrastruktur, merevisi daftar negatif investasi, insentif pajak, dan meluncurkan paket ekonomi baru untuk menjamin kemudahan berusaha. Penyederhanaan perizinan juga ditempuh, antara lain melalui pelayanan terpadu satu pintu lewat pengambilalihan kewenangan perizinan yang sebelumnya di tangan instansi, kementerian, atau daerah oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM); atau sebaliknya, ada kewenangan yang sebelumnya di tangan pusat diminta daerah untuk dilimpahkan ke daerah. Sinergi juga coba dibangun BKPM dengan pemerintah daerah lewat koordinasi perencanaan dan pelaksanaan penanaman modal nasional.
Prinsipnya, inovasi dalam kebijakan. Kesadaran daerah pun dituntut karena, akhirnya, daerah yang tidak kooperatif yang akan merasakan dampaknya. Kelalaian membenahi iklim investasi selama ini membuat kontribusi investasi ke pertumbuhan ekonomi terus menyusut, dari sekitar 30 persen ke 26 persen saat ini, dengan konsekuensi ke penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Sinkronisasi Pusat-Daerah".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar