Tanpa menyebutkan negara tertentu, Ryamizard menyatakan agar jangan ada negara yang mencoba untuk mendukung gerakan separatis di Papua, yang menamakan diri Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Pernyataan Ryamizard itu tidak saja mengejutkan dua mitranya, yakni Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop dan Menteri Pertahanan Australia Marise Ann Payne, tetapi juga Menlu Retno LP Marsudi. Apalagi, Ryamizard menambahkan, Indonesia tidak pernah mencampuri urusan negara lain; karena itu, Indonesia pun tidak ingin negara lain ikut campur dalam urusan Indonesia atau mencoba untuk memecah belah kami. Namun, ketika salah seorang wartawan Australia bertanya apakah yang dia maksud adalah Australia yang mencampuri masalah Papua, Ryamizard tidak menjawabnya.
Menjawab pertanyaan pers, Menlu Australia Bishop mengungkapkan, masalah Papua memang dibahas dalam pertemuan 2 + 2 antara Australia dan Indonesia. Akan tetapi, dalam soal Papua, Australia sepenuhnya mendukung dan menghormati wilayah kedaulatan Indonesia. Menlu Retno pun mengatakan, Pemerintah Indonesia menghargai sikap tegas dan kuat Australia yang mendukung Indonesia dalam soal Papua. Belakangan, Ryamizard mengemukakan, peringatan yang diucapkannya itu tidak ditujukan kepada Australia dan ia menyebutkan mitranya, Menhan Payne, telah menegaskan, menghormati wilayah kedaulatan Indonesia.
Ryamizard menegaskan, pernyataannya itu ditujukan kepada Vanuatu, salah satu negara Pasifik Selatan, yang secara terbuka mendukung OPM. OPM dan dulu juga Timor Timur (yang memperoleh kemerdekaan, 20 Mei 2012) selalu menjadi ganjalan bagi Indonesia untuk membina hubungan dengan negara-negara Pasifik Selatan.
Indonesia tidak punya pilihan lain kecuali mulai menggalang hubungan dengan negara-negara Pasifik Selatan. Tujuannya agar negara-negara Pasifik Selatan juga dapat mendengar versi Indonesia tentang Papua. Selama ini, versi Papua ke Pasifik Selatan hanya dibawa oleh OPM.
Politik luar negeri Indonesia selama ini hanya mengarah ke Asia dan sangat kurang ke Pasifik Selatan. Padahal, Indonesia bukan hanya negara Asia, melainkan juga negara Pasifik. Itu sebabnya, ke depan, Indonesia perlu dua pintu dalam politik luar negeri, yakni ke Asia dan ke Pasifik. Dan, dalam mendekati Pasifik, Indonesia harus juga lebih meningkatkan hubungan baiknya dengan Australia, Papua Niugini, dan Fiji.
Tahun 1984, 31 tahun yang lalu, Indonesia pernah mulai menggalang hubungan dengan Pasifik Selatan. Tidak ada salahnya apabila kita memulainya kembali.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul "Perlu Dua Pintu Politik Luar Negeri".

Tidak ada komentar:
Posting Komentar