Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 05 Februari 2016

TAJUK RENCANA: Masa Depan Pengungsi Anak (Kompas)

Data yang diungkapkan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef), tentang jumlah pengungsi anak, sungguh menggetarkan.

Sejak konflik bersenjata pecah di Suriah pada bulan Maret 2011, anak-anak menjadi korban yang nyaris terlupakan. Saat ini, lebih dari 7,5 juta anak membutuhkan bantuan, termasuk lebih dari 20 juta anak Suriah yang mengungsi di negara-negara tetangga.

Suriah, hanyalah, salah satu "sumber" pengungsi. Sejumlah negara lain yang dilanda konflik dan kekejaman dalam berbagai bentuk, termasuk pelanggaran hak-hak asasi manusia, telah pula menjadi "sumber" pengungsi. Sebut saja Irak, Afganistan, dan sejumlah negara di kawasan Afrika Utara.

Banyak pengungsi yang mengalir ke Eropa untuk mencari keselamatan hidup. Sepanjang Januari 2016 saja, tercatat 62.200 pengungsi masuk ke Eropa. Dari jumlah tersebut, sepertiganya adalah anak-anak.

Pada Juni 2015, sekitar 16 persen dari semua pengungsi yang menyeberangi Laut Tengah menuju Eropa adalah anak-anak. Dan, Desember tahun lalu, jumlah anak-anak meningkat menjadi 35 persen. Sepanjang tahun 2015, paling tidak 337.000 anak terdaftar sebagai pencari suaka di Eropa. Namun, angka yang pasti dipercaya oleh berbagai pihak jauh lebih besar.

Pengungsi anak-anak lebih berisiko daripada orang-orang dewasa. Lebih banyak pula ancaman terhadap kehidupan mereka. Perjalanan melintasi Laut Tengah adalah perjalanan yang membahayakan bagi mereka; dibutuhkan kebugaran fisik yang prima. Apalagi banyak pengungsi menyeberangi laut dengan menggunakan sarana penyeberangan seadanya. Akibatnya, sering terdengar berita sejumlah pengungsi tewas saat penyeberangan itu. Banyak juga yang sakit serius seperti pneumonia.

Itu baru di perjalanan. Ketika tiba di Eropa pun, banyak persoalan dan risiko yang harus dihadapi. Di antara risiko itu antara lain—selain sakit—diperdagangkan, dieksploitasi, menjadi korban pelecehan seksual, dan bahkan menghadapi kematian. Banyak pihak menyatakan bahwa Eropa gagal melindungi para pengungsi anak ini. Data dari Europol, Dinas Kepolisian Eropa, menegaskan hal itu, yakni kegagalan Eropa melindungi pengungsi anak.

Europol mengungkapkan, lebih dari 10.000 pengungsi dan migran anak hilang. Sepuluh ribu bukan jumlah yang sedikit, apalagi dikatakan 10.000 adalah jumlah yang konservatif. Artinya bisa lebih banyak. Mereka adalah manusia! Bukan sekadar angka! Dikhawatirkan mereka jatuh ke tangan jaringan perdagangan manusia, dijadikan budak dan dijebloskan ke bisnis perdagangan seks.

Unicef dan negara-negara Eropa harus segera bertindak untuk menyelamatkan mereka, melindungi kehidupan mereka, agar tidak kehilangan masa depannya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Masa Depan Pengungsi Anak".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger