Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 12 Februari 2016

TAJUK RENCANA: Memformat Ulang Pendanaan PTN (Kompas)

Beredar rumor, tak ada tempat di perguruan tinggi negeri bagi mahasiswa yang "cekak". Serba pas-pasan secara akademis ataupun ekonomis.

Rencana pemerintah membebaskan setiap perguruan tinggi negeri (PTN) menentukan batas uang kuliah tidak otomatis PTN mengalokasikan dana lebih besar bagi mahasiswa kurang mampu secara ekonomis.

Ada prinsip yang ditinggalkan dari rencana ini. Padahal, pendanaan PTN merupakan tanggung jawab negara. Turunan prinsip yang diatur Undang-Undang PT itu tidak mengecualikan yang miskin. Semua warganegara Indonesia mempunyai hak untuk masuk melalui seleksi masuk atas dasar kemampuan akademis dan bukan ekonomis.

Peraturan Mendikti Ristek tentang tiga jalur masuk PTN tahun 2016/2017 menetapkan jalur undangan, jalur seleksi bersama, dan jalur mandiri—kuotanya masing-masing 40 persen (sebelumnya 50 persen), 30 persen, dan 30 persen (sebelumnya 20 persen). Peraturan ini berbeda dengan peraturan tahun sebelumnya.

Dengan peraturan itu, setiap PTN mengalokasikan 20 persen dari 30 persen melalui jalur mandiri untuk kelompok miskin. Di atas kertas, terjamin sesuai peraturan. Penguncian 20 persen itu terjamin di atas kertas, tetapi karena jalur ini adalah jalur "bisa dilelang" tidak otomatis faktor kemiskinan menjadi pertimbangan utama. Apalagi, prestasi akademik calon pun menjadi pertimbangan.

Hasil riset dijadikan andalan perolehan dana dan faktor penting skor PTN mengandaikan ketersediaan infrastruktur dan faktor lokasi PTN bersangkutan. PTN yang lokasinya dekat dengan kekuasaan politik dan bisnis tentu lebih mudah memperoleh order riset dibanding yang jauh secara geografis.

Memformat ulang pendanaan PTN mendesak dilakukan. Perubahan persentase kuota penerimaan melalui setiap jalur kita rasakan sudah mencerap aspirasi umum. Yang perlu dikontrol, seberapa jauh 20 persen calon mahasiswa melalui jalur mandiri dipertimbangkan betul dari kondisi ekonomis, bukan akademik.

Rumor "masuk PTN harus pintar dan kaya", menyuarakan rasa keterpinggiran mereka yang pintar, tetapi miskin. Tidak hanya melalui jalur "bisa dilelang", tetapi juga dari besaran uang pendaftaran di tiga jalur dari Rp 100.000 ke Rp 200.000 per calon dan Rp 150.000 di PTN di bawah Kemendag, terlihat juga dalam menempatkan PTS (PT swasta). Kesan diskriminatif tercipta tanpa sengaja.

Dalam konteks rencana meninjau ulang pendanaan PTN, perlu ditegaskan dan dikontrol di lapangan terealisasinya prinsip pendanaan PTN berasal dari pemerintah, dan lembaga pendidikan jangan dikomersialkan. Semua warga masyarakat berhak masuk PTN asalkan memenuhi syarat secara akademis. Senyampang itu, upayakan berkurangnya rumor PTS sebagai pesaing PTN.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Memformat Ulang Pendanaan PTN".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger