Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 09 Februari 2016

TAJUK RENCANA: Tantangan Pers Nasional (Kompas)

Peringatan Hari Pers Nasional 2016 dipusatkan di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, Selasa, 9 Februari. Presiden Joko Widodo dijadwalkan hadir.

Situasi pers nasional menghadapi tantangan tidak ringan. Sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, pers sungguh dihadapkan pada situasi yang turbulen. Turbulensi itu bisa dipandang dari sisi industri, perkembangan teknologi komunikasi, dan dari jurnalistik itu sendiri. Kemunculan media sosial dan pelapor warga di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, memunculkan apa yang disebut Bill Kovach sebagai "tsunami" informasi.

Gerakan Reformasi 1998 membuka keran kebebasan berpendapat. Pengusaha dan politisi pun masuk industri pers. Data Pers Nasional 2015 yang diterbitkan Dewan Pers menunjukkan, terdapat 320 perusahaan pers cetak (177 harian, 112 mingguan, 31 bulanan). Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 509 media cetak. Sementara untuk perusahaan pers radio, televisi, dan siber jumlahnya mencapai 1.265 perusahaan berbadan hukum dengan rincian 674 radio, 523 televisi, dan 68 siber. Jumlah perusahaan pers siber diperkirakan lebih banyak dari yang sudah didata Dewan Pers. Jumlah pers itu tersebar di seluruh Indonesia.

Perkembangan perusahaan pers berbadan hukum ataupun tak berbadan hukum memunculkan pertanyaan, untuk apa itu semua? Bagaimana dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia wartawan yang terikat pada etika dan UU Pers? Boleh jadi, selain menjadi tanggung jawab perusahaan pers, Dewan Pers dengan kepengurusan barunya mempunyai tanggung jawab untuk tetap mengawal pers dan tetap jadiwatch dog terhadap perilaku pers agar tetap mengacu pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

Situasi kebebasan itu juga memunculkan pertanyaan reflektif, untuk apa kebebasan itu sendiri? Ruang redaksi dengan struktur kepengurusan yang jelas dituntut lebih mendedikasikan jurnalismenya untuk kepentingan warga bangsa. Ruang redaksi perlu menjadi semacam clearing house of informationmelalui tahap cek dan recek serta disiplin verifikasi sebelum disampaikan ke ruang publik agar duduk soal masalah jadi jelas.

Pers harus tetap setia menjadi kawan dari masyarakat yang berubah. Independensi media menjadi penting untuk ikut mengawal kekuasaan untuk membawa bangsa ini ke tujuan yang telah dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945, yakni kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. Perkembangan teknologi komunikasi tak mungkin ditolak sebagai bagian dari mediamorfosis. Karena itulah, karya jurnalistik yang baik harus bisa mengisi platform yang tersedia agar jurnalisme tetap relevan dengan zamannya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Tantangan Pers Nasional".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger