Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 25 Mei 2016

Budi, Ani Rauf, dan Buku//Koreksi Tulisan Tanggul Laut//Pembuat Es Rusak (Surat Pembaca Kompas)

Budi, Ani Rauf, dan Buku

Menjelang Hari Buku Nasional, Indonesia kehilangan Hj Siti Rahmani Rauf yang meninggal pada Rabu, 11 Mei 2016, dalam usia 96 tahun. Tidak banyak yang mengenal Nenek Ani Rauf, sang pembuka kegelapan bagi jutaan anak Indonesia sejak 1970-an.

Warga Indonesia angkatan lama tentu ingat buku pelajaran Bahasa Indonesia dengan model visual Ini Budi. Namun, frasa "I-ni Bu-di, I-ni I-bu Bu-di" lebih menempel di benak murid kelas I SD daripada nama pengarang bukunya, Siti Rahmani Rauf.

Mereka baru terenyak ketika mendapat kabar berantai di media sosial tentang penulis buku Ini Budi itu meninggal. "Oh, inikah penulis buku Ini Budi? Baru tahu saya." Demikian komentar yang berseliweran di media sosial dunia maya.

Itulah hebatnya media sosial. Publik bisa mengenal hal baru dan mengenal sosok yang sebelumnya diabaikan. Berpijak dari sini, media sosial bisa menjadi jalan agar orang mencintai dunia membaca. Tidak mustahil, sekeping informasi yang menggelitik di media sosial bisa membuka hasrat keingintahuan publik. Hasrat itu kemudian akan membawa mereka melangkah mencari informasi lebih jauh di internet ataupun buku-buku referensi. Bukankah itu menjadi hal yang positif?

Apalagi jika kita melihat data kebiasaan membaca buku di Indonesia hanya 0,1 persen. Artinya, hanya satu dari seribu orang yang mempunyai minat baca. Apa pun bentuknya—hard copy ataupun soft copy—kegiatan membaca buku bisa meningkatkan kecerdasan seseorang. Ketika membaca, sel-sel otak manusia aktif mencerna dan berpikir tentang apa yang dibaca.

Hal seperti itu tidak didapatkan manusia saat mendengar. Sering ketika manusia mendengarkan sesuatu, dia kehilangan konsentrasi. Sementara menonton, sel-sel otak kita diserang banyak sekali informasi gambar, warna, kata-kata, ataupun suara. Hal itu membuat otak manusia pasif. Pemirsa hanya bisa menerima informasi tanpa sempat mencernanya.

Menurut survei UNESCO pada 2015, angka literasi di Indonesia—literasi adalah kemampuan membaca, menulis, dan berhitung—sebenarnya cukup tinggi, 93,9 persen. Dengan angka literasi pada pria 96,3 persen dan wanita 91,5 persen. Sayang, angka literasi itu tidak dibarengi minat dan daya baca.

Karena itu, kita perlu mencari cara untuk menumbuhkan minat dan daya baca itu. Para ahli sudah banyak menghasilkan metode dan model, tetapi sering terbentur pada media. Belum ada media yang tepat untuk tumbuhkan minat baca. Kini, media itu ada dan berkelindan dalam keseharian, yaitu media sosial!

Media sosial bisa merangsang minat baca buku pada orang-orang yang berada di dalamnya. Media sosial dengan sifatnya yang interaktif bisa menimbulkan keingintahuan serta partisipasi publik. Itulah kuncinya. Kini, tinggal metode dan model para pakar pendidikan memanfaatkan media sosial.

Seperti Ani Rauf memanfaatkan buku sebagai media pembelajaran dengan metode visual, para ahli bisa memanfaatkan media sosial untuk menerapkan metode dan model penumbuhan minat baca masyarakat.

DAMAYANTI HONGGOWIJOYO, AL KHOBAR, ARAB SAUDI

Koreksi Tulisan Tanggul Laut

Terima kasih kepada Kompas yang telah mengutip saya mengenai Tanggul Laut (Kompas, Sabtu, 14 Mei 2016, halaman 27).

Saya ingin mengoreksi kalimat di paragraf 4, "Berdasarkan perhitungan Muslim, paling tidak diperlukan pompa raksasa 730 meter kubik per detik...".

Waktu presentasi, saya dengan jelas mengatakan, "Pompa 730 meter kubik per detik" adalah hasil perhitungan NCICD, bukan perhitungan saya. Menurut saya, untuk mengatur fluktuasi air 2,5 meter membutuhkan pompa 1.100 meter kubik per detik.

Pada paragraf 3, "Muslim mengatakan solusi untuk penurunan muka tanah di Jakarta, cukup dengan tanggul laut di pesisir,...". Kalimat yang tepat adalah "Muslim mengatakan solusi untuk penurunan muka tanah di Jakarta, cukup dengan tanggul laut di pesisir dan tanggul sungai di daerah yang mengalamiland subsidence".

MUSLIM MUIN, KETUA KELOMPOK KEAHLIAN TEKNIK PANTAI, INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Catatan Redaksi:

Terima kasih atas koreksi Anda.

Pembuat Es Rusak

Saya membeli lemari es Panasonic dua pintu. Ternyata alat pembuat es rusak sehingga saya menelepon layanan pelanggan Panasonic 08041111111.

Teknisi Panasonic bernama Idrus memperbaiki ke rumah pada Maret 2016 dan mengatakan lemari es sudah baik kepada asisten rumah tangga saya. Setelah dicek ternyata masih rusak.

Saya kembali menelepon layanan pelanggan pada 2 April, 15 April, 26 April, 31 April, dan terakhir 4 Mei. Tidak ada tanggapan sama sekali.

ELITA TEDJA, TOMANG, GROGOL PETAMBURAN, JAKARTA BARAT

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Mei 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger