Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 03 Mei 2016

TAJUK RENCANA: Hasil Pendidikan Pragmatis (Kompas)

Dalam memecahkan masalah ada beda antara orang Amerika dan Eropa. Solusi orang Amerika dipandang lebih langsung dan praktis.

Sementara itu, orang Eropa berusaha menemukan solusi sambil terus berupaya tidak meninggalkan keanggunan cara. Mana pun gaya yang dipilih, bangsa Amerika dan Eropa telah membuktikan sebagai bangsa unggul. Mereka berhasil mengembangkan sistem pendidikan yang mengembangkan nalar, sekaligus karakter.

Dalam hal nalar, kita sudah melihat banyak bukti berupa penyelesaian berbagai masalah alam dan kemanusiaan yang memberikan kontribusi besar dalam peradaban. Kecanggihan dalam hal nalar itu akan terus diuji ketika manusia dihadapkan pada kondisi alam yang terus berubah, juga tantangan di berbagai bidang, mulai dari pangan, energi, hingga kesehatan.

Pengalaman di atas bisa menjadi bekal berharga. Ketika manusia dihadapkan pada persoalan yang makin sulit, kualitas mental-intelektual pun sangat dituntut. Dalam pendidikan, selain harus membekali siswa dengan karakter, diharapkan juga lahirnya lulusan yang kuat dalam nalar pemikiran dan terlatih memikirkan hal yang dalam.

Di harian ini kita membaca berita, sekolah (dewasa ini) terjebak pragmatisme. Pendidikan menghasilkan budaya instan. Pembelajaran larut dalam orientasi hasil dan menafikan proses. Alih-alih mencapai kualitas berpikir prima yang cocok untuk menghadapi tantangan yang semakin rumit, lulusan sekolah banyak yang memperlihatkan karakter "tidak beres". Sebagian mewujud dalam laku korupsi, yang ditengarai semakin tidak tahu malu.

Banyak koruptor yang usianya lebih muda dibandingkan pelaku 5-10 tahun silam. Tingkat pendidikan mereka juga makin bagus, berijazah magister atau doktoral. Saat akan menyelesaikan bangku sekolah, di ujian nasional pun muncul praktik kecurangan, seperti kebocoran soal dan kunci jawaban. Contek-mencontek masih berlangsung.

Skripsi dan karya ilmiah untuk gelar kesarjanaan, juga untuk mengurus guru besar, acap dipalsukan. Menulis laporan riset di jurnal internasional dirasa terlalu berat, sementara hasrat menjadi guru besar demikian besar.

Observasi itu tentu jauh dari wacana perbedaan sistem pendidikan dan pola berpikir khas Eropa dan Amerika. Masih dalam refleksi Hari Pendidikan Nasional, kita garis bawahi apa yang masih menjadi catatan buruk dalam sistem pendidikan nasional kita. Semoga ke depan kita dapat terus menyempurnakannya sehingga selain berkarakter unggul, kita juga mendapatkan insan terdidik yang terampil tangannya dan mampu berpikir mendalam untuk memecahkan persoalan rumit. Di sini kita akui, pekerjaan rumah kita masih banyak.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Hasil Pendidikan Pragmatis".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger