Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 16 Mei 2016

TAJUK RENCANA: Indonesia-Korsel, Sebuah Harapan (Kompas)

Kemarin, Presiden Joko Widodo mengawali kunjungan kenegaraan tiga hari ke Korea Selatan. Kunjungan ini atas undangan Presiden Korsel Park Geun-hye.

Tahun 2014, Presiden Jokowi sudah pernah bertemu dengan Presiden Park. Pertemuan itu terjadi di Busan, Korsel, dalam acara ASEAN-Republic of Korea Commemorative Summit. Tentu pertemuan kali ini berbeda dengan pertemuan tersebut. Pertemuan kali ini lebih bersifat bilateral. Karena itu, sejumlah agenda akan mereka bicarakan, antara lain penguatan kerja sama bidang ekonomi serta kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan, khususnya teknologi alutsista.

Kunjungan Jokowi ke Korsel ini menjadi menarik dan sarat makna jika kita lihat dalam konteks dinamika lingkungan strategis, khususnya kompleksitas geo-politik Asia Timur. Dari waktu ke waktu, kawasan Asia Timur—aktor-aktornya antara lain Tiongkok, Jepang, Korsel, dan negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, serta aktor dari luar, yakni Amerika Serikat dan juga Australia—semakin dinamis.

Selalu dikatakan bahwa terjadi pergeseran gravitasi ekonomi-politik dunia dari Barat ke Asia Timur. Hal itu antara lain didorong oleh munculnya Tiongkok sebagai kekuatan besar, antara lain dalam bidang ekonomi, meski belakangan agak menurun. Tentu, negara-negara lain, seperti Jepang dan Korsel, tidak akan tinggal diam, hanya menjadi penonton, tetapi juga ingin juga berperan.

Selain kawasan Asia Pasifik semakin dinamis, juga menyodorkan banyak tantangan. Misalnya, ancaman nuklir dari Korea Utara, hubungan antara Tiongkok dan Taiwan yang belum baik, sengketa antara Tiongkok dan Jepang di Laut Tiongkok Timur, juga antara Korsel dan Jepang. Dan, yang tidak boleh dilupakan adalah benturan klaim sejumlah negara di kawasan Laut Tiongkok Selatan, serta kemunculan Tiongkok sebagai kekuatan militer regional. Tentu semua itu perlu perhatian.

Dalam kondisi seperti itu, kita melihat bahwa Asia Pasifik menjadi lebih interdependen. Artinya, bangsa-bangsa di kawasan akan perlu meningkatkan kerja sama multilateral—tentu selain bilateral—untuk membantu menciptakan stabilitas dan saling percaya yang lebih di antara negara-negara kawasan.

Apabila hubungan antara Indonesia dan Korsel kita masukkan dalam situasi dan dinamika seperti tersebut di atas, tentu hubungan antara dua negara yang sudah lebih 40 tahun terjalin perlu diperkuat di berbagai lini.

Dapatkah kedua negara—yang oleh Menlu Retno Marsudi disebut sebagai kekuatan menengah—mempercepat langkah regionalisme untuk mengurangi dilema-dilema keamanan yang ada? Kita berharap kemitraan antara Indonesia dan Korsel menjadi kekuatan pendorong bagi terciptanya saling percaya dan kerja sama di kawasan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Indonesia-Korsel, Sebuah Harapan".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger