Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 26 Mei 2016

TAJUK RENCANA: Komoditas Masa Depan (Kompas)

Ketika sejumlah perusahaan farmasi asing memburu rempah Indonesia karena munculnya kesadaran gaya hidup sehat, kita justru cenderung abai.

Harian ini melaporkan, sejak awal pekan, tentang ketertarikan perusahaan-perusahaan farmasi sejumlah negara pada sejumlah tumbuhan asli Indonesia. Mereka memburu tanaman rempah dan tumbuhan lain karena meyakini manfaatnya terhadap kesehatan dan memasukkan tumbuhan itu sebagai komoditas masa depan.

Indonesia menjadi perhatian dunia sejak lama karena sebagai negara beriklim tropis basah yang kekayaan plasma nutfah di daratan ataupun di perairan darat dan lautnya adalah salah satu yang terkaya di dunia.

Kita mengenal manfaat plasma nutfah di Nusantara melalui beraneka produk jamu, obat, dan kosmetika tradisional yang resepnya dimiliki individu-individu dan diwariskan turun-temurun. Kearifan lokal tersebut biasanya disimpan di keraton atau rumah para bangsawan karena merekalah yang pada masa lalu memiliki kemampuan ekonomi dan wibawa untuk meminta para genius lokal menghasilkan produk terbaik.

Tanaman rempah dan tanaman industri lain telah membawa pedagang dari Eropa dan Asia datang ke Kepulauan Nusantara sejak berabad lalu. Rempah-rempah pula yang membuat para pedagang Eropa memonopoli perdagangan dengan kekerasan di beberapa tempat Nusantara selama ratusan tahun.

Peran rempah-rempah dan tanaman penghasil minyak atsiri, bahan baku obat dan kosmetik, menyurut dalam perekonomian Indonesia sejalan dengan turunnya permintaan dunia, digantikan tanaman industri berskala besar, seperti kelapa sawit, karet, dan teh. Karena itu, perhatian pemerintah dan masyarakat pun ikut pudar.

Seiring bertambahnya kemakmuran masyarakat di negara berkembang, tumbuh pula kebutuhan untuk gaya hidup sehat dan kembali pada pemanfaatan unsur alam, bukan produk sintetis. Riset di negara-negara maju terhadap bahan aktif pada tumbuhan, hewan, dan jasad renik telah dilakukan sejak lebih dari tiga puluh tahun lalu untuk menghasilkan obat-obatan, makanan kesehatan, kosmetik, produk industri lain, dan energi.

Kita lambat melakukan riset, mulai dari budidaya hingga pemanfaatan bahan aktif di dalam kekayaan plasma nutfah kita. Ironisnya, pengabaian tersebut berakibat kita mengimpor produk olahan yang berasal dari plasma nutfah kita karena kita hanya mampu menghasilkan produk mentah.

Pemerintah perlu menciptakan iklim yang mendorong riset dan inovasi oleh peneliti di lembaga pemerintah dan swasta. Tanpa dukungan pemerintah, kita sulit naik kelas menjadi bangsa yang disegani dunia melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Komoditas Masa Depan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger