Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 24 Juni 2016

Anomali Cuaca di Pertengahan Tahun (PAULUS AGUS WINARSO)

Hujan lebat pertengahan Juni 2016 yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor di wilayah Jawa Tengah, jelas merupakan penyimpangan kondisi cuaca, iklim, dan perairan.

Angin kencang, petir, pasang air laut yang tinggi, dan hujan intensitas tinggi adalah hal yang tidak biasa pada Juni. Layaknya, jelang pertengahan tahun adalah cuaca dengan curah hujan berkurang dan dengan kegiatan petir yang minimum pula.

Seharusnya, cuaca didominasi kondisi kurang hujan, karena masuk musim kemarau, dengan tiupan angin musim timur yang kencang di atas wilayah selatan ekuator, peristiwa lunar pun seharusnya hanya berlangsung beberapa hari.

Kenyataannya, terjadi kerancuan kondisi cuaca dan iklim yang berlanjut dengan naiknya paras muka air laut, baik dari kondisi pasang yang secara astronomis terjadi setiap Januari dan Juni, dengan posisi pasang tertinggi. Dalam tulisan sebelumnya (Kompas, 10/5), saya telah mengingatkan bahwa keragaman cuaca dan iklim akan terus berlangsung ke depan. Itulah yang kemudian terjadi.

Interaksi anomali

Interaksi semua anomali itu, membuat kondisi udara dan perairan yang biasanya bersahabat menjadi kurang bersahabat. Hadirlah hujan berintensitas tinggi yang berlanjut dengan bencana banjir dan longsor. Fenomena ini terjadi di hampir semua kawasan Indonesia.

Pasang naik diikuti dengan angin timur yang kencang, menyebabkan gelombang pasang yang terjadi mulai dari Pantai Kuta, Bali, hingga pantai selatan Jawa selama Juni 2016. Sepertinya hal ini masih berlanjut hingga beberapa bulan ke depan, di pantai-pantai wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.

Data kondisi cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan bahwa semua ini terkait dengan munculnya gejala alam global La Nina. La Nina adalah kondisi suhu laut kawasan ekuator Samudra Pasifik timur yang turun dari nilai rerata bulanan dan kondisi suhu laut kawasan Benua Maritim Indonesia yang hangat atau naik dari nilai rerata bulanan. La Nina adalah kebalikan gejala alam El Nino yang berdampak kekeringan.

La Nina didukung indeks dipole mode negatif. Artinya kondisi suhu muka laut kawasan regional Samudra Pasifik timur sekitar wilayah Indonesia naik/hangat dan suhu muka laut Samudra Pasifik barat dekat Benua Afrika turun/dingin. Hal ini seiring dengan giatnya osilasi Madden-Julian, suatu gerakan angin barat sepanjang ekuator, diikuti dengan kegiatan awan konveksi yang bergerak dari kawasan Samudra Hindia di sepanjang ekuator ke arah Timur.

Aspek lain yang luput dari penjelasan adalah lingkup regional dengan belum hadirnya badai tropis di kawasan tergiat kegiatan badai tropis, yaitu di kawasan utara wilayah Indonesia, di perairan Samudra Pasifik barat-utara wilayah Indonesia hingga Filipina. Hal lain adalah tekanan tinggi Benua Australia yang masih belum aktif.

Kedua kondisi regional di atas menyebabkan angin muson atau angin musim timur tenggara enggan bertiup dan masih rendahnya tekanan udara di kawasan Indonesia. Nilai tekanan rendah hampir homogen selama Mei hingga awal Juni yang menjadi pemicu pertumbuhan awan menjulang tinggi atau awan konveksi. Awan konveksi menghasilkan badai guntur, angin kencang, dan hujan lebat.

Rendahnya tekanan dan melemahnya angin timur di wilayah Indonesia memicu terkumpulnya massa air laut sehingga bila tergoyang tiupan angin kencang dari arah timur-selatan di perairan Samudra Indonesia, memicu munculnya gelombang pasang di sepanjang pantai selatan, dari Kuta hingga selatan Jawa.

Adanya limpasan banjir rob di pantai utara Jawa atau sekitar pantura, adalah konsekuensi dari posisi pasang tertinggi pada setiap Juni, saat berlangsung musim angin timur.

Muka laut naik

Dari pengamatan tinggi muka laut yang dikeluarkan Pusat Informasi Iklim Badan Atmosfer dan Kelautan Amerika Serikat, diketahui sejak awal Mei 2016 hingga awal Juni 2016 muka laut naik dari nilai rerata di sekitar pantai Sumatera dan Jawa, atau penyimpangan positif. Bandingkan dengan tahun 2015, saat nilai paras muka laut negatif.

Kondisi 2016 sejalan dengan pandangan bahwa saat terjadi gejala El Nino tahun lalu, nilai pasang muka laut lebih rendah dari ketinggian rerata/normalnya. Gejala alam El Nino dengan suhu muka laut dingin mendukung kondisi tekanan Indonesia menjadi lebih tinggi dari kondisi tekanan rerata/normal untuk bulanan maupun tahunan.

Sebaliknya, dengan kondisi gejala alam La Nina yang kini mulai muncul, indikasi perkembangan April 2016 menunjukkan nilai simpangan tekanan 0. Artinya dalam kondisi netral dan sepertinya Mei 2016 bernilai positif untuk simpangan pasang muka laut, dan simpangan negatif untuk tekanan udara.

Hal itu mengindikasikan bahwa antara April hingga Juni adalah periode adanya perubahan dari gejala alam El Nino menuju ke gejala alam La Nina untuk perspektif global. Untuk perspektif regional, beberapa penyimpangan memicu kegiatan awan hujan menjulang tinggi atau awan konveksi penghasil hujan lebat hingga Juni.

Kini perlahan-lahan tekanan tinggi daratan Australia mulai naik. Kenaikan di kawasan Samudra Hindia barat wilayah Australia ini sepertinya akan berlangsung hingga beberapa bulan mendatang seiring pengaruh aktivitas gejala alam La Nina.

Posisi tekanan tinggi di selatan Jawa ini mendorong giatnya entakan angin dari arah timur- tenggara. Meski demikian, dari pertengahan Juni hingga beberapa minggu pada Juli, di kawasan pantai selatan Bali hingga Jawa-dan nanti pindah ke pantai barat Sumatera-akan ada kecenderungan gelombang pasang. Hal ini didukung oleh tiupan tegak lurus pantai untuk angin tenggara-selatan di pantai selatan Bali dan Jawa, serta angin dari selatan-barat daya untuk pantai barat Sumatera.

Bagaimana kecenderungan kondisi mendatang? Yang pasti  gejala alam La Nina masih akan giat dan mantap. Namun, tiupan angin musim timuran yang masih lemah karena gradasi tekanan udara, akan giat bila ada aktivitas bintik hitam di Matahari.

Sayangnya, kegiatan sang surya masih lemah, sehingga situasi akan anomali atau keragaman kondisi cuaca dan iklim, akan berdampak pada kondisi perairan akan berlanjut. Masyarakat sebaiknya melakukan mitigasi untuk meminimalkan kerugian moril dan materiil.

Turunnya tekanan udara di perairan Indonesia akan menarik udara di daratan silih berganti. Rendahnya gradien tekanan udara di perairan Indonesia akan menimbulkan badai tropis yang minim kegiatan di wilayah Indonesia. Melemahnya tiupan angin menambah berbagai penyimpangan yang konsekuensinya pada kerancuan dan keragaman cuaca.

PAULUS AGUS WINARSODOSEN SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA, JAKARTA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Juni 2016, di halaman 7 dengan judul "Anomali Cuaca di Pertengahan Tahun".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger