Sebenarnya, konferensi perdamaian Timur Tengah, yang dihadiri para menteri dari 25 negara, termasuk Indonesia, perwakilan PBB, Uni Eropa, para pejabat dari Kuartet Timur Tengah, dan Liga Arab, di Paris itu memberikan harapan. Kita katakan memberikan harapan karena Perancis telah menghidupkan asa, menghidupkan harapan akan lahirnya perdamaian di Timur setelah sekian waktu konflik Palestina-Israel seperti terlupakan karena berbagai persoalan di Timur Tengah, terutama masalah Suriah, pengungsi, dan sepak terjang NIIS.
Perundingan perdamaian tentang Timur Tengah sudah digelar sejak 1991 di Madrid, yang berlangsung dari tanggal 30 Oktober hingga 1 November. Sejak itu, banyak kali dilaksanakan perundingan perdamaian, dan dapat dikatakan, belum mampu melahirkan perdamaian di Timur Tengah. Pertemuan tingkat tinggi Palestina-Israel terakhir dilaksanakan tahun 2008 antara pemimpin Palestina Mahmoud Abbas dan PM Israel Ehud Olmert. Menlu AS John Kerry, tahun 2014, berusaha menghidupkan lagi perundingan, tetapi tetap belum berhasil.
Bukan hanya perundingan atau konferensi yang sudah berulang kali digelar, PBB pun sudah berkali-kali menerbitkan resolusi berkait dengan konflik Palestina-Israel. Namun, sepertinya resolusi-resolusi tersebut tidak banyak artinya. Sebut saja Resolusi 242 yang diterbitkan tahun 1967, yang antara lain mengharuskan penarikan pasukan Israel dari wilayah pendudukan yang direbut dalam Perang 1967, tidak pernah dilaksanakan hingga kini.
Yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Masyarakat internasional menyaksikan bagaimana Israel terus memperluas permukiman Yahudi di wilayah pendudukan. Ini menjadi salah satu persoalan besar yang menjadi penghalang terciptanya perdamaian. Persoalan lainnya menyangkut status Jerusalem, pengungsi, perbatasan, dan keamanan serta air.
Dari catatan di atas, kiranya prakarsa Perancis untuk menghidupkan lagi perundingan perdamaian antara Palestina dan Israel pantas diapresiasi. Partisipasi Indonesia pun harus pula diapresiasi. Apalagi, Indonesia memainkan peran aktif dalam perundingan perdamaian di Perancis ini. Hasil dari konferensi memang bisa dikatakan belum ada.
Meski demikian, terlaksananya konferensi, dialog, tukar-menukar gagasan dan pemikiran dari begitu banyak negara yang memimpikan perdamaian di Timur Tengah pantas pula mendapat dukungan. Pada akhirnya, memang, akan terjadi perdamaian atau tidak sangat tergantung pada kedua negara yang berkonflik—Palestina dan Israel. Apakah mereka tetap ingin hidup di dalam konflik atau damai. Jawaban pertanyaan itu ada pada kedua negara itu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar