Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 17 Juli 2016

Konflik Ideologi Vs Konflik Agama (FREGA WENAS INKIRIWANG)

Sehari menjelang Idul Fitri, Indonesia dikejutkan kembali oleh aksi teror bom bunuh diri di Markas Polresta Surakarta. Seorang pengendara sepeda motor menerobos pintu masuk dan kemudian meledakkan diri.

Meski tidak ada korban jiwa dalam jumlah besar, insiden itu menyita perhatian publik karena terjadi di markas kepolisian. Bulan Ramadhan ternyata tak menyurutkan niat pelaku melakukan aksinya.

Belum lagi sejumlah aksi teror lain yang melanda negara-negara, seperti Turki, Banglades, Irak, dan Arab Saudi dalam beberapa minggu terakhir. Teror di Bandara Turki pada 23 Juni 2016 menewaskan 45 orang dan melukai ratusan lainnya. Tiga pelaku mencoba menerobos pintu masuk dan menembak secara membabi-buta, mengakibatkan korban jiwa. Ketiganya juga meledakkan diri, yang menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Dari aksinya terlihat bahwa mereka sudah siap untuk bunuh diri. Pemerintah Turki menduga aksi teror tersebut didalangi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).

Beberapa hari berselang, insiden penyanderaan di Dhaka, Banglades, pada 2 Juli 2016, berakhir dengan tewasnya 20 sandera serta dua orang polisi. NIIS secara resmi mengklaim sebagai pelakunya. Mereka mengeksekusi sandera yang rata-rata adalah warga negara asing, meskipun di antaranya ada warga Banglades. NIIS pun menyebarkan foto-foto para korban di internet. Ironisnya, aksi tersebut dilakukan di bulan Ramadhan di mana Banglades sendiri merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim.

Hanya sehari sesudah insiden di Banglades, NIIS kembali melakukan aksi teror di Baghdad, Irak. Sebuah minivan yang berisikan bahan peledak digunakan untuk melakukan aksi bom bunuh diri di pusat kota. Insiden tersebut menewaskan 143 orang.

Arab Saudi pun jadi sasaran teror NIIS. Sehari setelah serangan di Irak, NIIS melakukan aksi bom bunuh diri di tiga tempat berbeda. Sasaran pertama di dekat masjid di daerah Qatif yang mayoritas penduduknya Muslim Syiah. Sementara sasaran teror kedua terjadi di dekat Masjid Nabawi di Madinah. Target ketiga di dekat Konsul Amerika Serikat di Jeddah. Aksinya itu menewaskan beberapa petugas keamanan dan warga sipil.

Perlu langkah antisipatif

Insiden-insiden tersebut menunjukkan adanya tren baru. Selama ini diduga NIIS hanya menyerang kepentingan yang berhubungan dengan "Barat". Namun, mencermati aksi-aksi terornya di Turki, Banglades, Irak, dan Arab Saudi, dapat disimpulkan NIIS tidak berorientasi agama. Tesis Samuel Huntington dalamClash of Civilizations, di mana salah satunya adalah konflik antaragama menjadi tidak sepenuhnya valid. Pertentangan antaragama (clash of ideologies) terbukti tidak berlaku untuk NIIS. Negara-negara yang jadi korban aksi terornya adalah negara Islam atau mayoritas penduduknya Muslim.

Dalam aksi-aksi NIIS tersebut bisa diidentifikasi bahwa telah terjadi clash of ideologies atau pertentangan ideologi. Jadi, NIIS bukan semata-mata melancarkan aksi terornya untuk membela Islam. Hal ini terbukti dari negara-negara yang menjadi korbannya adalah negara-negara Islam. Tentunya menarik ketika menganalisis fenomena baru ini di mana terdapat perbedaan yang signifikan antara clash of ideologiesdengan clash of religions. Pertentangan antaragama yang dikhawatirkan Huntington akan terjadi pasca "Perang Dingin" ternyata gugur jika menganalisis aksi-aksi NIIS dalam beberapa waktu terakhir.

Bila hal ini benar, perlu diantisipasi untuk menghadapi clash of ideologies yang mungkin sedang terjadi, di mana ideologi NIIS berperang melawan ideologi "non-NIIS". Ideologi "non-NIIS" bukan hanya selain Islam, juga yang tidak sejalan dengan NIIS: meski Islam, tetapi tak sejalan, maka akan dijadikan musuh bersama oleh mereka.

Menyikapi fenomena ini, Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia perlu mengambil langkah antisipatif guna mencegah terjadinya korban sia-sia. Edukasi yang utuh bagi masyarakat, termasuk di daerah-daerah terpencil, menjadi vital guna mereduksi masuknya pengaruh negatif melalui indoktrinasi sebagaimana yang dilakukan NIIS secara konvensional atau via media sosial. Ideologi NIIS hampir serupa dengan ideologi komunis ketika "Perang Dingin" terjadi.

Perlu diidentifikasi

Yang mendasar saat ini adalah mengidentifikasi ideologi-ideologi terlarang yang berpotensi menimbulkan konflik dan perpecahan bangsa. Sejak berdirinya Republik Indonesia, Pancasila telah menjadi ideologi negara yang berlaku hingga saat ini.

Karena itu, ideologi menyesatkan yang selama ini disosialisasikan NIIS dengan membangkitkan sentimen sebagai sesama umat Muslim haruslah diwaspadai. Sebab, ternyata NIIS sendiri berjuang bukan atas nama agama, melainkan ideologi.

Clash of ideologies menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji dalam dunia hubungan internasional. Bahkan, clash of ideologies ini mungkin berpotensi mengakibatkan konflik antarnegara jika tidak dikelola dengan baik. Stabilitas keamanan Indonesia menentukan kemajuan bangsa di masa mendatang, sehingga partisipasi rakyat Indonesia melawan clash of ideologies yang diusung NIIS menjadi hal mutlak untuk diwujudkan.

FREGA WENAS INKIRIWANG, DOSEN UNIVERSITAS PERTAHANAN INDONESIA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Juli 2016, di halaman 7 dengan judul "Konflik Ideologi Vs Konflik Agama".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger