Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 01 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Korupsi Lagi, Korupsi Lagi (Kompas)

Entah apa sebenarnya yang sedang terjadi. Korupsi terjadi dan terjadi lagi. Ditangkap dan ditangkap lagi. Sampai kapan akan terus terjadi?

Publik menyaksikan bagaimana anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, I Putu Sudiartana, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dituduh menyalahgunakan posisi sebagai legislator untuk menjadi makelar proyek pemerintah yang sedang dibahas DPR. Dia adalah anggota DPR ketujuh yang ditangkap KPK sejak DPR 2014-2019 ini bekerja.

Putu adalah anggota DPR dari daerah pemilihan Bali. Dia duduk di Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum. Namun, kenyataan politik menunjukkan Putu dituduh ikut mengatur proyek pembangunan jalan senilai Rp 300 miliar di Sumatera Barat yang sebenarnya menjadi wilayah kerja Komisi V DPR. KPK juga telah menetapkan lima tersangka dalam kasus itu.

Penjelasan KPK dalam jumpa pers memang belum terlalu terang menjelaskan bagaimana peranan Putu dalam kasus itu sehingga wajar jajaran Partai Demokrat memilih berhati-hati dalam memberikan tanggapan. Namun, dalam sejarah operasi tangkap tangan, biasanya KPK sudah mengintai atau menyadap percakapan telepon dari calon tersangka. Ketika KPK mengumumkan seorang menjadi tersangka, biasanya tuduhan itu terbukti.

Apa yang dituduhkan KPK terhadap Putu bukanlah yang pertama kali. Ada beberapa anggota DPR yang menjadi makelar proyek yang bukan berada di daerah pemilihannya dan bukan juga dalam komisi dia ditempatkan. Inilah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pimpinan DPR, bagaimana DPR menyusun regulasi untuk mencegah anggota DPR beralih profesi dari wakil rakyat menjadi makelar proyek. Profesi ganda wakil rakyat dan makelar proyek adalah pengkhianatan terhadap posisi terhormat DPR.

Kita sarankan pimpinan DPR membuka diri dan mengundang KPK untuk melakukan audit terhadap pola kerja DPR untuk menutup celah terjadinya makelar proyek. Pembenahan sistem untuk pencegahan korupsi diperlukan agar tidak terus terjadi tangkap tangan terhadap "Yang Terhormat".

Kita dorong DPR sebagai lembaga cepat bersikap. Majelis Kehormatan Dewan perlu bersidang untuk mengirimkan sinyal keseriusan DPR menindak anggota yang bermain proyek. Apakah tersangka yang ditahan KPK masih memenuhi syarat sebagai anggota DPR? Atau, apakah DPR akan mengikuti proses hukum normatif dengan menimbang asas praduga tak bersalah? Pilihan itu ada pada DPR. Publik membutuhkan sinyal keseriusan DPR bersikap atas anggotanya yang ditangkap.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Korupsi Lagi, Korupsi Lagi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger