Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 27 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Merkel dan Aksi Terorisme (Kompas)

Empat aksi teror di Jerman dalam sepekan terakhir oleh migran asal Timur Tengah seperti menusuk dari belakang Kanselir Angela D Merkel.

Kebijakan Merkel menerima jutaan migran dari negara di Timur Tengah didasarkan pada prinsip kemanusiaan. Namun, pada Senin (18/7), remaja asal Afganistan bernama Muhammed Riayad berusia 17 tahun membuat teror di kereta dan menyebabkan empat turis asal Hongkong cedera berat.

Empat hari kemudian, David Ali Sonboly, remaja 18 tahun, kembali membuat teror di sebuah mal di Muenchen dan menewaskan 9 orang. Menurut polisi Jerman, Sonboly tak ada kaitan dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan memiliki obsesi seperti Anders Behring Breivik dari Norwegia, menembak mati banyak orang.

Kejadian mengejutkan terjadi Minggu (24/7) lalu. Bom bunuh diri di Ansbach, yang menewaskan pelakunya Mohammad Daleel, sekitar pukul 22.00 malam. Sebelumnya, pengungsi Suriah ditangkap setelah membunuh seorang perempuan polisi di sebuah toko kebab di bagian selatan kota Reutlingen.

Berbeda dengan Perancis, menurut ahli NIIS dari Ludwig Maximilian University di Muenchen, Dr David Arn, Jerman relatif aman dari ancaman pengikut NIIS. Kalaupun ada serangan teroris di Jerman, tidak seperti di Perancis dan Belgia yang dikendalikan rapi oleh NIIS. Mengapa Jerman tidak menjadi target NIIS? Apakah itu terkait dengan keterbukaan Jerman menerima pengungsi dari Timur Tengah?

Pada 2015, Jerman mencatat rekor dalam menerima jumlah pengungsi dan pencari suaka sebanyak 1,1 juta jiwa. Mereka sebagian besar berasal dari Suriah, Afganistan, dan Irak. Dari jumlah sebanyak itu, memang dikhawatirkan ada anggota NIIS yang ikut masuk ke Jerman.

Namun, semenjak ada kesepakatan Uni Eropa dengan Turki pada awal tahun 2016, jumlah pengungsi yang tiba di Jerman menurun tajam. Tidak hanya di Jerman, di hampir semua negara anggota Uni Eropa (UE) sempat terjadi perdebatan ketika Merkel membuka pintu seluas-luasnya bagi kehadiran migran asal Timur Tengah ini.

Kejadian empat teror dalam sepekan ini menambah tekanan politik kepada Merkel, baik dari koalisi maupun oposisi. Meski dampaknya tidak sedahsyat teror di Perancis dan Belgia, kekhawatiran akan teror tetap muncul karena Jerman dapat menjadi "pemasok" teroris yang berasal dari migran Timur Tengah.

Untuk meminimalisasi kemungkinan anggota NIIS ikut dalam rombongan pengungsi, implementasi kesepakatan UE dan Turki sangat penting dan perlu ditingkatkan. Turki bisa menjadi saringan pertama dan utama untuk menyaring kehadiran anggota NIIS dalam rombongan pengungsi ke Eropa.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Merkel dan Aksi Terorisme".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger