Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 26 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Repatriasi dan Manuver Singapura (Kompas)

Sinyalemen adanya manuver Singapura untuk "menjegal" upaya repatriasi dana WNI di negara itu—dalam kaitan program amnesti pajak—terus bergulir.

Sejak program amnesti didengungkan, kita sudah melihat upaya Singapura, terutama melalui perbankannya— yang sebagian besar dimiliki Pemerintah Singapura—menahan gelombang repatriasi dana WNI yang berminat ikut program tersebut, melalui berbagai insentif.

Termasuk insentif suku bunga dan penawaran membayar selisih tarif tebusan antara jika dana direpatriasi dan tak direpatriasi. Meski Pemerintah Singapura secara resmi membantah, banyak pebisnis Indonesia yang menaruh dananya di Singapura mengaku didekati agen-agen swasta yang diduga disewa bank-bank Singapura, menawarkan skema menggiurkan agar dana WNI tidak direpatriasi.

Keberadaan aset WNI di Singapura bukan isu baru. Pada saat ekonomi Indonesia kolaps akibat krisis finansial 2007 dan kita harus mengemis-ngemis dana talangan 5 miliar dollar AS dari kreditor internasional, terungkap tak kurang dari 100 miliar dollar AS dana WNI parkir dan disembunyikan di Singapura.

Data Merrill Lynch-Capgemini, sepertiga dari 55.000 warga kaya Singapura adalah WNI. Nilai aset WNI di Singapura kini diduga membengkak mendekati 300 miliar dollar. Tak kurang ada 903 rekening WNI di negara itu.

Keberadaan dana itu berperan sangat besar dalam pembangunan dan kemajuan ekonomi Singapura. Ironis, di saat Indonesia dipaksa harus mengandalkan sebagian pembiayaan pembangunannya pada utang luar negeri yang mahal, Singapura justru kebanjiran likuiditas dari WNI. Maka, wajar jika muncul imbauan kepada para WNI pemilik dana untuk merespons program amnesti sebagai kesempatan ikut berkontribusi pada pembangunan Tanah Air.

Menghadang upaya Singapura "menjegal" dana repatriasi mungkin sulit kita lakukan. Berharap Singapura kooperatif membantu repatriasi aset WNI di negara itu mungkin juga berlebihan, mengingat rekam jejak negara itu selama puluhan tahun sebagai surga pajak WNI, termasuk konglomerat pengemplang BLBI di masa lalu.

Yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan insentif kompetitif berupa berbagai instrumen produk investasi menarik, khususnya oleh kalangan bank persepsi atau penampung dana repatriasi. Keluhan rumitnya mengikuti program amnesti hendaknya juga tak kita dengar lagi.

Upaya Singapura dan negara lain menghalangi repatriasi dana/aset WNI dari negaranya mungkin hanya ujian awal pelaksanaan program amnesti pajak Indonesia. Pemerintah juga masih harus menghadapi upaya uji materi UU Pengampunan Pajak ke MK yang diajukan sejumlah kalangan.

Ke depan, meski skema pertukaran informasi global yang bersifat otomatis (AEOI) untuk penghindaran pajak sudah akan berlaku 2018, upaya mencegah penghindaran pajak lewat pembangunan rezim pajak yang kredibel, kompetitif, dan lebih berkeadilan tetap tak boleh dilupakan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Repatriasi dan Manuver Singapura".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger