Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 03 Agustus 2016

Reformasi Birokrasi Polri (EKO PRASOJO)

Presiden Joko Widodo telah melantik Jenderal (Pol) Tito Karnavian sebagai Kapolri. 

Terpilihnya Jenderal Tito sebagai Kapolri selain tidak menimbulkan polemik yang serius juga memberikan momentum dan harapan baru bagi terbentuknya Polri yang lebih humanis, profesional, berbudaya melayani, dan makin berintegritas.

Jenderal Tito juga telah mewacanakan berbagai agenda perubahan internal, peningkatan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kepemimpinan dan perubahan Polri

Dalam praktik reformasi birokrasi, keberhasilan perubahan mensyaratkan secara mutlak peran kepemimpinan. Banyak kalangan, termasuk DPR, berharap terpilihnya Tito sebagai Kapolri merupakan momentum untuk melakukan transformasi Polri secara lebih fundamental. Komitmen pucuk pimpinan untuk melakukan perubahan merupakan keniscayaan dalam reformasi birokrasi Polri. Dalam birokrasi yang masih bersifat patronase seperti di Indonesia, peran para pemimpin sangat kritikal dan strategis dalam reformasi. Bahkan dapat dikatakan tidak ada perubahan tanpa adanya komitmen kepemimpinan.

Untuk mewujudkan gagasan perubahan internal Polri sebagaimana telah diwacanakan oleh Jenderal Tito, gaya kepemimpinan di Polri harus berubah dari kepemimpinan transaksional menjadi kepemimpinan transformasional. Sebuah bentuk kepemimpinan yang tak saja mampu memberikan inspirasi dan motivasi kepada semua jajaran Polri untuk melakukan perubahan, tetapi juga mampu mengajak, memberi contoh, dan memimpin perubahan tersebut.

Pemimpin transformasional tidak saja berkomitmen untuk melakukan perubahan, tetapi memiliki kapabilitas (keahlian dan kepakaran) bagaimana harus melakukan perubahan dan memiliki budaya yang unggul sebagai teladan bagi seluruh jajaran Polri. Pimpinan Polri yang baru harus meninggalkan gaya kepemimpinan transaksional yang akan menyebabkan demotivasi bagi jajaran Polri untuk memulai dan melakukan perubahan.

Perubahan kultural Polri yang dicanangkan Jenderal Tito merupakan agenda yang patut diapresiasi. Memang hal itulah yang sangat diidamkan oleh masyarakat. Tetapi perlu dicatat, reformasi kultural tidaklah mudah dan tidak bisa dicapai dalam waktu sangat singkat, apalagi menjadi program 100 hari kerja.

Reformasi kultural harus berjalan bersama dengan reformasi struktural, dilakukan dengan komitmen penuh dan keteladanan pimpinan, disusun dalam agenda yang baik dan sistematik, serta dilaksanakan secara terus-menerus dalam jangka panjang. Sebab, kultur eksis dalam sebuah organisasi itu terbentuk melalui proses yang lama, terinternalisasi dalam jiwa dan pola pikir, serta berwujud dalam perilaku anggota Polri sehari-hari.

Reformasi kultural Polri juga harus memiliki agenda dan arah yang jelas. Apa saja kultur baru yang akan dibentuk oleh Jenderal Tito terhadap para polisi Indonesia?

Merujuk pada berbagai harapan masyarakat, barangkali perlu ditetapkan berbagai nilai dasar Polri, baik sebagai institusi maupun individual, pada masa yang akan datang. Nilai dasar tersebut harus bersama-sama ditemukan, dibangun, dan ditetapkan oleh pimpinan dan jajaran Polri. Misalnya nilai dasarincorruptibility (tidak korup), nilai dasar melayani, dan nilai dasar meritokrasi (berbasis merit). Nilai dasar ini akan jadi warna dan karakter bagi polisi Indonesia ke depan.

Reformasi struktural

Keberhasilan Jenderal Tito melakukan reformasi birokrasi di internal Polri akan memengaruhi dan menjadi pengungkit (leverage) pencapaian agenda-agenda lain yang telah ditetapkan. Sebutlah seperti mengurangi radikalisme dan terorisme, pelayanan publik Polri yang makin berkualitas, penegakan hukum yang berkeadilan, dan partisipasi masyarakat dalam keamanan dan ketertiban nasional.

Untuk itu, ada beberapa agenda reformasi struktural yang harus dilakukan oleh Kapolri secara bersamaan untuk mendukung keberhasilan reformasi kultural yang dicanangkan. Pertama, reformasi internal Polri harus dilakukan dengan memprioritaskan perubahan manajemen SDM Polri, baik menyangkut unit pengelola dan pengelolaan SDM yang lebih berbasis pada pengembangan SDM. Bahwa setiap polisi adalah aset Kepolisian Negara RI dan aset negara sehingga harus dikembangkan dan diberi kesempatan yang sama untuk berkarier berbasis kinerja. Keberadaan unit pengelola SDM Polri yang lebih profesional, modern, dan terbuka akan jadi faktor penting dalam mendukung keberhasilan reformasi kultural Polri.

Kedua, sebagaimana telah dijalankan dalam birokrasi sipil sesuai UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, maka Polri juga dapat menerapkan sistem dan manajemen promosi jabatan secara terbuka untuk pimpinan tinggi di Mabes Polri, kapolda, kapolres. Promosi terbuka untuk jabatan pimpinan tinggi tersebut diikuti oleh para perwira Polri yang telah memiliki syarat kepangkatan, catatan kinerja dan prestasi yang unggul, catatan pelanggaran integritas serta disiplin dan pengukuran kompetensi manajerial, kompetensi teknis dan kompetensi sosio kultural.

Jika dimungkinkan Polri membanguntalent pool national untuk para anggotanya yang memiliki kinerja, integritas, dan kompetensi luar biasa sebagai basis data untuk calon-calon dalam promosi terbuka jabatan pimpinan tinggi di Polri. Masyarakat juga harus dimungkinkan memberi masukan terhadap calon-calon yang diusulkan tersebut.

Ketiga, perbaikan kesejahteraan Polri melalui peningkatan tunjangan berbasis kinerja. Tentu saja ini akan menimbulkan pro dan kontra sampai berapa besar peningkatan kesejahteraan mampu diberikan dan apakah hal ini mampu mengubah kultur di Polri.

Tunjangan berbasis kinerja dalam praktiknya nanti harus menyasar tiga tujuan utama, yaitu: (1) perbaikan indikator dan target kinerja Polri sebagai institusi ataupun individual yang lebih rasional dan profesional (misalnya meningkatnya rasa aman masyarakat, berkurangnya kasus korupsi, berkurangnya potensi kerugian keuangan negara); (2) meningkatnya rasa keadilan dan kecukupan anggota Polri untuk hidup secara layak bersama keluarga, termasuk jaminan asuransi kesehatan, beasiswa pendidikan anak dan kesempatan pengembangan diri; dan (3) menguatnya pengawasan terhadap anggota Polri yang tetap melakukan pelanggaran integritas dan disiplin setelah perbaikan tunjangan berbasis kinerja.

Organisasi fungsional

Keempat, gagasan transformasi Polri bisa dilakukan dan dimulai dengan membentuk beberapa kepolisian resor (polres) dan kepolisian sektor (polsek) percontohan di setiap kepolisian daerah (polda). Polres dan polsek percontohan ini harus meliputi perubahan di belakang panggung (manufacturing quality), seperti proses perekrutan dan promosi yang transparan, penerapan manajemen kinerja dan tunjangan kinerja, ataupun di depan panggung (service quality), yaitu meningkatnya kualitas pelayanan publik yang langsung dirasakan oleh masyarakat seperti waktu yang cepat, biaya yang murah, proses yang sederhana, polisi yang ramah, sistem pengaduan yang baik dan mudah. Ke depan, Polri harus mengubah titik berat organisasi struktural menjadi organisasi fungsional yang dekat dengan masyarakat sehingga kantor-kantor pelayanan polisi lebih banyak dan mudah ditemukan oleh masyarakat.

Kelima, Polri ke depan harus lebih memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam sistem dan manajemen internal ataupun pelayanan masyarakat. Hal ini dapat dimulai dengan sistem pengaduan terintegrasi nasional Polri berbasis teknologi-informasi sehingga masyarakat dapat dengan mudah menyampaikan laporan, keluhan, dan berpartisipasi secara aktif dalam tugas-tugas Polri. Keberadaan e-Polri akan membangun citra Polri yang modern, terbuka, profesional, dan menghindarkan interaksi tatap muka yang berpotensi menyebabkan praktik- praktik korupsi.

Akhirnya, saya percaya bahwa banyak sekali jajaran anggota Polri dan masyarakat yang mengharapkan perubahan Polri yang lebih baik ke depan dengan Kapolri yang baru. Sebab, keberhasilan perubahan Polri akan menjadi penggerak bagi perubahan birokrasi dan politik secara menyeluruh. Semoga....

EKO PRASOJO, GURU BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Agustus 2016, di halaman 7 dengan judul "Reformasi Birokrasi Polri".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger