Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 01 Agustus 2016

TAJUK RENCANA: Langkah Indonesia Sudah Tepat (Kompas)

Pemerintah Indonesia menolak permintaan Pemerintah Turki untuk menutup sembilan sekolah swasta yang disebutkan terkait dengan Fetullah Gulen.

Permintaan Pemerintah Turki itu disampaikan Kedutaan Besar Turki untuk Indonesia yang berkedudukan di Jakarta. Dalam siaran persnya, Kedubes Turki untuk Indonesia menyebutkan, kesembilan sekolah itu terkait dengan Gerakan Gulen yang dinyatakan Pemerintah Turki sebagai organisasi teroris. Bukan itu saja, Kedubes Turki untuk Indonesia pun menyebutkan kesembilan sekolah itu secara rinci.

Kita gembira bahwa Pemerintah Indonesia langsung menolak permintaan Pemerintah Turki itu. Oleh karena, Indonesia tidak boleh didikte oleh negara lain. Itu sebabnya, kita mendukung pernyataan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, "Indonesia tidak pernah ikut campur urusan dalam negeri negara lain. Demikian pula sebaliknya. Negara lain juga harus menghormati urusan dalam negeri Indonesia."

Bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi apabila setiap kali Indonesia memenuhi permintaan dari negara lain, untuk urusan dalam negeri negara itu? Apalagi kali ini persoalannya, sesungguhnya, hanya tentang Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Fethullah Gulen, musuh politiknya yang dituduh menjadi dalang kudeta yang gagal, 15 Juli lalu. Menuduh kelompok Gerakan Gulen sebagai teroris terasa agak berlebihan. Dalam kaitan itulah kita menilai langkah pemerintah sudah tepat.

Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, pun menegaskan tak akan memenuhi permintaan untuk menutup kesembilan sekolah itu, apalagi kesembilan sekolah itu menggunakan kurikulum Indonesia. Bahwa ada guru-guru asal Turki yang bekerja di sembilan sekolah itu, semata-mata karena sekolah-sekolah itu di masa lalu memiliki afiliasi dengan Pasiad, lembaga nonpemerintah di Turki. Para guru asal Turki itu mengajar Sains, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi, dan mereka menggunakan bahasa Inggris.

Kerja sama itu dilakukan secara terbuka, dengan rekomendasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kerja sama yang dimulai pada tahun 1995 itu berakhir sejak November tahun lalu. Selain itu, guru-guru Turki yang mengajar di sana hadir atas kapasitas pribadi, bukan atas nama Pasiad.

Dengan tidak ditutupnya sekolah-sekolah itu, diharapkan proses belajar-mengajar tetap dapat berlangsung dan murid-murid dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik. Pengungkapan nama kesembilan sekolah itu secara rinci dalam siaran pers Kedubes Turki sangat disayangkan karena bukan tidak mungkin akan merusak citra dari kesembilan sekolah itu, padahal kebenaran tuduhan itu belum dibuktikan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Langkah Indonesia Sudah Tepat".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger