Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 04 Agustus 2016

TAJUK RENCANA: Memberantas Terorisme (Kompas)

Ajakan Presiden Joko Widodo untuk bersama-sama melawan radikalisme dan terorisme ha- rus diwujudnyatakan, jangan berhenti sekadar jargon.

Kita berpandangan ajakan Presiden tersebut sangat penting, baik dalam konteks nasional maupun internasional. Terorisme telah menjadi musuh masyarakat dunia, tentu termasuk Indonesia. Dari waktu ke waktu, mereka terus berkembang, bukannya mengecil di seluruh pelosok dunia, karena berbagai sebab.

Karena itu, wajar kalau ada pertanyaan, mengapa masalah terorisme tidak terlihat tanda-tanda akan segera berakhir, di tingkat dunia ataupun Indonesia? Mengapa teroris terus bermunculan? Banyak teori yang menjelaskan tentang mengapa orang menjadi teroris, mulai dari kemiskinan hingga kebodohan; mulai dari alasan politik hingga agama; dari ketidakadilan hingga lingkungan tempat tinggal. Namun, apa pun alasannya, terorisme tetap merupakan ancaman terhadap kemanusiaan, terhadap keamanan, dan bahkan terhadap peradaban umat manusia.

Karena itu, seperti dikatakan Presiden, terorisme harus dilawan. Namun, yang dibutuhkan sekarang ini adalah tindakan konkret dari semua pihak, dari semua lapisan masyarakat, pendek kata negara dan masyarakat bergandeng tangan, bersama-sama memberantas terorisme.

Harus kita akui, selama ini, yang diberantas "baru" terorisnya, bukan terorismenya. Memang banyak teroris yang ditangkap, bahkan ditembak mati. Namun, hal itu tidak serta-merta mengakhiri, mematikan, terorisme.

Mengapa demikian. Hal itu antara lain karena kebijakan mengatasi terorisme belum berkesinambungan dan komprehensif. Ada kesan bahwa pembahasan masalah terorisme bersifat naik-turun, bergantung pada kejadian atau peristiwa terorisme serta, harus diakui, liputan media.

Kebijakan penanganan teroris yang tertangkap dan kemudian dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) juga bisa dikatakan kurang pas. Mereka, para teroris yang dimasukkan ke lapas, dicampur jadi satu; semua tingkatan, dari yang sifatnya masih "pemain figuran" hingga yang disebut "aktor utama". Tidak dibeda-bedakan level of engagement-nya sehingga yang "masih figuran" setelah keluar dari lapas justru menjadi-jadi, karena ketika di lapas bertemu "aktor utama" dan dimatangkan.

Barangkali, perlu juga dilakukan pendekatan bersifat kuratif dan juga tidak menstigma mereka yang keluar dari penjara sebagai sampah masyarakat sehingga bisa menjadi manusia normal. Pendek kata, perlu tindakan konkret, menyeluruh, dan dari segala lapisan masyarakat untuk memberantas terorisme. Sebab, ibarat pepatah, teroris beregenerasi dengan pola "mati satu tumbuh seribu". Jadi, matikan benih sebelum tumbuh.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Memberantas Terorisme".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger