Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 07 September 2016

Kepada Menteri Desa//Klarifikasi PT Semen Indonesia (Surat Pembaca Kompas)

Kepada Menteri Desa

Di bawah judul "Kisah Hamba dan Tuan dari Sumba" serta "Keringat Hamba di Balik Tenun" (Kompas, Senin 15/8), Ahmad Arif menulis tentang masih berlangsungnya praktik perbudakan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Sungguh memprihatinkan, hamba yang berada di strata sosial terendah tak bebas memilih suami, juga tak berhak atas kepemilikan harta, tanah, bahkan pendidikan. Mereka hidup tanpa masa depan.

Dua hamba yang berdialog denganKompas begitu takutnya sampai minta namanya dirahasiakan. Mereka juga berulang kali meneteskan air mata mengenang masa kecilnya. Sukar rasanya mencari kata-kata dalam bahasa Indonesia yang dapat mewakili pedihnya hati saya, merasakan derita saudara-saudari kita sebagai hamba. Apalagi, seorang perangkat desa mengatakan, jumlah mereka masih 30 persen dari penduduk di desanya.

Oleh karena itu, dengan tetap menghormati adat istiadat ataupun hukum adat Sumba, saya mohon dengan sangat kepada Saudara Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Sanjoyo agar mengambil prakarsa untuk mengatasi masalah ini.

Tentu upaya harus dilakukan dengan hati-hati. Namun, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi bisa menyertakan instansi terkait, pemangku adat Sumba, ataupun akademikus untuk memulai gerakan guna mengakhiri sistem perbudakan tersebut.

Atas perkenan Saudara Menteri, saya mengucapkan banyak terima kasih. Terima kasih juga kepada Kompas, yang telah menyelisik sisi-sisi terdalam masyarakat Indonesia.

IMANUDDIN ARIFIN, DESA KEDAI DURIAN, DELI TUA, DELI SERDANG, SUMATERA UTARA

Klarifikasi PT Semen Indonesia

Dengan ini kami menyampaikan klarifikasi atas pemberitaan harianKompas, "Regulasi Karst Ditunggu" (Sabtu, 6/8) dan "Pertimbangkan Dampak Sosial Pembangunan Pabrik" (Selasa, 30/8).

Hingga saat ini, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dan PT Semen Gresik yang menjadi bagian Semen Indonesia tidak berencana memperluas kapasitas di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Dalam pemberitaan, juga ada informasi Komnas HAM terkait temuan di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, ihwal meninggalnya 28 warga dalam 45 hari, gangguan ISPA, turunnya debit mata air, dan lubang bekas galian tambang. Berita yang sama pernah ditulis Kompas (Sabtu, 16/4).

Sehari sebelum berita "Industri Semen, Kematian di Sekitar Pabrik Tuban Diteliti" itu dimuat, wartawan Kompasmenghubungi saya. Dalam komunikasi melalui telepon dan juga pesan layanan singkat pada 15 April 2016, saya meneruskan hasil laporan investigasi Pemerintah Kabupaten Tuban terkait kematian di Desa Karanglo.

Intinya, kematian warga tidak berkaitan dengan operasional pabrik semen, 42,8 persen kematian akibat usia tua (60 tahun-90 tahun). Sayang, hasil investigasi itu tidak dimuat.

Terkait lubang bekas galian tambang yang menurut Komnas HAM tidak direklamasi, lokasinya di Desa Meliwang. Sebagian baru selesai ditambang dan bagian lain masih dalam proses operasi. Sesuai dokumen amdal, sebagian bekas galian dipakai untuk embung (tangkapan air) untuk pengairan dan perikanan yang langsung dimanfaatkan warga. Kami juga sedang menanam pohon (reklamasi) di lereng dan di sekitar bekas galian untuk persiapan embung.

Sesuai permintaan, hari itu saya mengirim data rerata ambien tahun 2015 pabrik Tuban melalui surat elektronik. Namun, klarifikasi itu tak dimuat. Hasil investigasi Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan Jawa Timur pada 2 Mei, yang juga kami kirim keKompas, juga tidak dimuat.

Terkait analisis turunnya debit air, di pabrik Tuban dipasang empat titik sumur pantau untuk memantau permukaan air bawah tanah. Dari hasil pantauan sejak 1992, saat pabrik Tuban belum beroperasi, hingga sekarang, debit air bawah tanah tak pernah turun. Bahkan, di beberapa titik meningkat.

Kami menilai tidak etis ketika isi amicus curiae menjadi berita di media massa karena berpotensi menuduh lembaga peradilan, Pemerintah Kabupaten Rembang, dan pihak lain. Kami mengimbau kepada semua pihak terkait agar menghormati proses peradilan yang saat ini berjalan.

Demikian, klarifikasi dan hak jawab ini kami sampaikan.

AGUNG WIHARTO PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) TBK

Catatan Redaksi:

Terima kasih atas tanggapan Anda.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 September 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger