Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 27 September 2016

Merawat Pilkada (IRFAN RIDWAN MAKSUM)

Sejak UU No 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan, bangsa Indonesia memilih mekanisme pengisian jabatan kepala daerahnya, baik di provinsi maupun kabupaten/kota, melalui pemilu langsung oleh masyarakat setempat yang dikenal dengan pemilihan kepala daerah secara langsung.

Sistem tersebut sempat hendak diganti pada pergantian kepemimpinan dari era Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono ke Joko Widodo-Jusuf Kalla. Akhirnya, di bawah UU No 23/2014 sebagai pengganti UU 32/2004 tetap dengan cara pemilihan kepala daerah secara langsung alias pilkada langsung.

Hingga saat ini, perkembangan menunjukkan sistem ini disenangi oleh sebagian besar lapisan masyarakat Indonesia. Bahkan dapat disimpulkan jika toh terdapat kelemahan, harus dicarikan solusi secara terus-menerus. Sistem ini tampaknya tetap akan terpelihara.

Namun, di sisi lain, kelemahan-kelemahan dalam berbagai peristiwa pilkada terus pula mengiringi. Oleh karena itu, sistem ini layak dikaji.

Sistem pilkada langsung tentu tidak berdiri sendiri sebagai sebuah sistem dalam bingkai sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Dan, sistem pemerintahan daerah di Indonesia pun tidak berdiri sendiri dalam bingkai sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), seterusnya sebagai subsistem besar masyarakat bangsa Indonesia.

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia yang dianut dalam NKRI mengikuti corak sistem yang dikembangkan Pemerintah Hindia Belanda. Jejak-jejak corak tersebut masih dapat dikenali dengan dianutnya subsistem adanya wakil pemerintah. Sistem ini dikenal dengan nama sistem prefektur terintegrasi (Humes: 1961), yang kini ada di pundak gubernur.

Gubernur adalah kepala daerah sekaligus wakil pemerintah. Semua negara di dunia ini terbelah hanya menjadi dua sistem: (1) jika dianut wakil pemerintah, maka negara tersebut mengikuti corak prefektur terintegrasi; dan (2) jika tidak dikenal adanya wakil pemerintah, maka negara tersebut mengikuti sistem fungsional (Smtih: 1985).

Pilkada langsung lazim dianut di negara-negara tanpa wakil pemerintah. Ini sebabnya pada masa UU No 1/1957, dikembangkan sistem ini karena kita memilih pilkada langsung. Sayang, sampai undang-undang tersebut dicabut, pilkada langsung belum sempat terlaksana. Pilkada langsung masa itu pun dinilai kontroversi, sampai-sampai Hatta sebagai elite bangsa yang tidak setuju pilkada langsung mengundurkan diri sebagai wakil presiden.

Di negara-negara dengan sistem wakil pemerintah, sistem pengisian jabatan kepala daerah selalu ditandai adanya intervensi pemerintah pusat sehingga paling mudah jika tidak dilakukan dengan pilkada langsung, melainkan melalui DPRD. Bahkan terdapat negara yang sepenuhnya mengandalkan selectionbukan election. Jika pun election, maka tidak menjadi satu-satunya penentu hasil pilkada langsung.

Gradasi adaptasi

Dari sangat antusiasnya elite dan masyarakat dalam pilkada di DKI, terbukti pilkada langsung sudah digandrungi semua lapisan. Sistem ini harus dirawat dalam bingkai sistem pemerintahan NKRI. Perawatan itu bergradasi dari yang strategis sampai operasional, nasional sampai lokal.

Pada level strategis, terdapat pertanyaan penting: apakah mempertahankan sistem wakil pemerintah atau tidak. Jika sistem ini ingin dipertahankan, peraturan perundangan menjadi sangat kompleks. Ini persoalan sendiri bagi bangsa Indonesia jika ingin secara konsisten mempertahankan sistem pilkada langsung sembari tetap mempertahankan sistem wakil pemerintah pusat di daerah.

Dalam perspektif pilkada langsung, jika dibuat asimetrik antardaerah, yakni dapat terjadi pilkada langsung untuk beberapa daerah, sementara yang lain ada yang tidak. Lalu, apakah konteksnya menyesuaikan sistem wakil-pemerintah?

Tampaknya justru lebih diperhatikan keadaan setempat untuk desain ini. Contoh corak yang muncul untuk DI Yogyakarta yang berbeda dengan di tempat lain, maka sudah terlihat karena persoalan kedudukan Sultan dan bukan karena penyesuaian sistem wakil pemerintah.

Dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia menginginkan sistem wakil pemerintah justru yang menyesuaikan. Untuk itu, jika pilkada langsung tetap dirawat, bangsa Indonesia harus membuang sistem prefektur dan menggantinya dengan sistem fungsional.

Dalam matra operasional dan teknis, dapat dirancang model ikutannya. Model ikutan tersebut tecermin dalam hal-hal berikut: (1) pembagian urusan antar-pemerintah; (2) desain internal organ-organ pemda, dan pengisian jabatannya; (3) hubungan antara instansi vertikal dan pemerintah daerah; (4) sistem keuangan daerahnya; (5) sistem personel daerahnya; dan (6) sistem pengawasan dan pembinaan pemerintah daerah.

Pilkada langsung dalam bingkai sistem fungsional terjadi sangat efektif jika berada dalam sistem internal organ pemda dengan corak strong-mayor yang dianut pemda-pemda di sebagian negara bagian di AS. Di Inggris, sebagai kiblat sistem fungsional sendiri, kepala daerah diambil dari anggota DPRD bukan dengan pilkada langsung karena menganut corakcommissioner-system.

Mengubah dari corak wakil pemerintah ke sistem fungsional dengan modelstrong-mayor harus diikuti secara konsisten subsistem lainnya. Jangan sampai keliru memilih sistem komisioner karena dalam sistem ini kepala daerah diambil dari anggota DPRD. Untuk model pembagian urusan di Indonesia sudah sesuai dengan pola tersebut, yakni dengan model rincian.

Dengan adanya UU Aparatur Sipil negara pun, sistem personel daerah dapat disesuaikan. Terkait sistem keuangan daerah dan pengawasan pun relatif lebih mudah menyesuaikan karena sudah dianutnya perimbangan yang lebih rinci dan pengawasan secara preventif. Namun, yang paling sulit justru menghapus sistem wakil pemerintah karena sistem ini sudah mendarah daging berabad-abad lamanya di Indonesia.

IRFAN RIDWAN MAKSUM, GURU BESAR TETAP DAN KETUA PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 September 2016, di halaman 7 dengan judul "Merawat Pilkada".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger