Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 09 September 2016

RUU Perlindungan Pekerja Migran (ABDULKADIR JAILANI)

Pembentukan RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia merupakan salah satu prioritas yang perlu segera diwujudkan dalam kerangka Program Legislasi Nasional 2016.

Tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah memastikan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU PPMI) dapat menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja migran secara lebih efektif dibandingkan dengan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Dengan memperhatikan kondisi pekerja migran Indonesia saat ini, keperluan untuk memperbaiki UU No 39/2004 secara komprehensif menjadi semakin mendesak. Persoalan mendasar dalam UU itu adalah perlindungan pekerja migran hanya dilihat dari konteks bisnis dan tata kelola penempatan oleh penyalur jasa tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.

Untuk itu, penyusunan RUU PPMI seyogianya berangkat dari perspektif yang secara khusus menempatkan kesempatan bekerja di luar negeri sebagai hak setiap warga negara untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak.Dengan demikian, sejalan dengan amanat Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945, setiap pekerja migran Indonesia harus diperlakukan sebagai "subyek" yang berhak memperoleh perlindungan dari negara.

Ruang lingkup perlindungan

Ruang lingkup perlindungan yang lebih luas merupakan salah satu isu sentral dalam pembentukan RUU PPMI. Hal itu menjadi sangat penting mengingat definisi tenaga kerja Indonesia dalamUU No 39/2004 terlampau restriktif, yaitu hanya meliputi mereka yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam suatu hubungan kerja formal.

Definisi yang sempit tersebut dipastikan akan semakin meminggirkan keberadaan sebagian besar pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri melalui prosedur tidak resmi. Kondisi perlindungan yang diskriminatif seperti ini adalah suatu keadaan yang semestinya dihindari dalam RUU PPMI.

Sehubungan dengan hal tersebut, langkah terpenting yang perlu dilakukan adalah memperluas definisi pekerja migran Indonesia. Terlepas dari status formal ataupun keimigrasiannya, setiap tenaga kerja Indonesia yang akan, sedang, dan telah melakukan pekerjaan di luar negeri berhak untuk memperoleh perlindungan hukum berdasarkan RUU PPMI.

Negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi seluruh pekerja migran Indonesia beserta keluarganya, baik mereka yang bekerja di luar negeri secara resmi maupun yang tidak resmi.

Ruang lingkup perlindungan yang lebih luas tersebut tidak dapat ditafsirkan sebagai upaya "legalisasi" keberadaan warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri melalui prosedur yang tidak resmi. Definisi yang lebih inklusif tersebut sesungguhnya hanya dimaksudkan untuk menjamin bahwa setiap pekerja migran Indonesia di luar negeri memiliki hak yang sama untuk memperoleh perlindungan darinegara.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, RUU PPMI juga perlu memuat ketentuan-ketentuan khusus yang mewajibkan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan arus migrasi WNI yang akan bekerja ke luar negeri secara tidak resmi.

Bahkan, langkah-langkah pencegahan tersebut juga perlu ditopang oleh ketentuan-ketentuan pidana yang dapat diterapkan terhadap individu atau badan hukum yang mendorong atau mengirim pekerja migran Indonesia untuk bekerja di luar negeri di luar prosedur yang diperkenankan oleh RUU PPMI.

Ketentuan-ketentuan preventif tersebut pada dasarnya merupakan elemen terpenting dalam menjamin perlindungan hak- hak pekerja migran yang lebih memadai.

Komitmen internasional

RUU PPMI juga perlu secara khusus memuat ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan substantif hak-hak pekerja migran sesuai dengan standar baku perlindungan pekerja migran yang berlaku di tingkat internasional, terutama Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.

Perlindungan dalam konvensi tersebut tidak hanya meliputi pekerja migran yang resmi ataupun tidak resmi, tetapi juga menegaskan pentingnya perlindungan hak-hak anggota keluarga pekerja migran.

Mengingat konvensi tersebut telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 6/2012, Indonesia tentunya memiliki kewajiban hukum untuk menyelaraskan ketentuan RUU PPMI dengan ketentuan-ketentuan konvensi dimaksud.

Di samping itu, perluasan ruang lingkup perlindungan pekerja migran tersebut juga sejalan dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang mengarusutamakan hak-hak pekerja migran dalam mewujudkan ASEAN Socio- Cultural Community.Meskipun upaya pembentukan rezim hukum regional yang melindungi pekerja migran di Asia Tenggara masih mendapat tentangan yang sangat besar dari Malaysia, Singapura, dan Thailand, Indonesia tetap konsisten memperjuangkan hal tersebut. Komitmen tersebut sudah sepatutnya juga selaras dengan langkah-langkah pemerintah untuk melindungi pekerja migran di tingkat nasional.

Pembentukan RUU PPMI merupakan upaya reformasi rezim perlindungan hukum pekerja migran Indonesia. Upaya ini perlu dilakukan karena UU No 39/ 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri belum dapat menciptakan sistem perlindungan hak-hak pekerja migran yang lebih efektif.

Melalui pembentukan RUU PPMI, pemerintah akan menciptakan suatu sistem perlindungan yang akan menaungi semua pekerja migran tanpa kecuali dan menjamin pemenuhan hak-hak mereka yang lebih komprehensif.

ABDULKADIR JAILANI, DIREKTUR PERJANJIAN EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA KEMENTERIAN LUAR NEGERI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 September 2016, di halaman 7 dengan judul "RUU Perlindungan Pekerja Migran".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger