Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 11 September 2016

TAJUK RENCANA: Desakan UE untuk Percepat Brexit (Kompas)

Dewan Eropa melalui presidennya, Donald Tusk, mendesak Inggris segera memulai "perceraian" dengan Uni Eropa secepatnya.

Dua bulan lebih sejak referendum Inggris 23 Juni memutuskan keluarnya Inggris (Brexit) dari Uni Eropa (UE), belum ada tanda-tanda Inggris segera memproses secara formal dan legal Brexit. PM Inggris yang baru, Theresa May, menegaskan, pihaknya tak terburu-buru.

Ditegaskan, pihaknya perlu waktu untuk menyiapkan negosiasi. Ia juga menghendaki perpisahan yang mulus dan damai serta kesepakatan yang paling menguntungkan bagi Inggris. Sikap sebaliknya ditunjukkan para tokoh pro Brexit yang menginginkan Inggris tak menunda-nunda.

Menteri Brexit David Davis mengatakan, proses harus sudah mulai awal 2017 dan Inggris resmi keluar Desember 2018. Dari sisi UE, alasan mereka menginginkan segera finalnya Brexit adalah untuk mengakhiri ketidakpastian dan mereka tak ingin keinginan keluar dari UE menular ke negara anggota lain. UE menjadwalkan pertemuan menteri UE pekan depan di Bratislava membahas strategi masa depan UE pasca Brexit, tanpa melibatkan Inggris.

Harapan persoalan Brexit segera dituntaskan tampaknya tak mudah dipenuhi. Tak ada mekanisme yang bisa memaksa Inggris hengkang secepatnya. Berdasarkan ketentuan yang ada, hanya Inggris, sebagai negara yang ingin keluar, yang bisa meminta digunakannya Pasal 50 Traktat Lisabon 2007, sebagai kerangka legal memproses keluarnya Inggris. Sebelum itu dimohonkan, status Inggris tetap anggota UE.

Kalaupun Inggris sepakat segera memulai, prosesnya akan memakan waktu. Salah satu alasan Inggris tak mau terburu-buru, begitu Pasal 50 diberlakukan, maka proses negosiasi harus segera dimulai dan dicapai kesepakatan dalam dua tahun. Kegagalan mencapai kesepakatan dalam dua tahun bisa berakibat Inggris harus keluar dari UE tanpa suatu kesepakatan baru dengan UE, kecuali negara-negara anggota UE lain setuju memperpanjang masa perundingan. Tanpa kesepakatan ini, Inggris akan dihadapkan tembok tarif tinggi dalam perdagangan dengan UE.

Para pemimpin UE sudah menegaskan, keluarnya Inggris berarti berakhir pula akses Inggris ke pasar tunggal Eropa, kecuali Inggris menyetujui mobilitas bebas manusia antara UE dan Inggris. Ibarat suami-istri yang hendak bercerai, beberapa proses yang harus dilalui antara lain negara bersangkutan harus menyampaikan secara resmi niat untuk keluar pada Dewan UE, kemudian menegosiasikan kesepakatan antarkedua pihak tentang syarat-syarat perceraian dan menyusun landasan legal tentang bentuk hubungan timbal balik kedua pihak di masa depan. Di UE, semua proses ini perlu persetujuan mayoritas negara anggota dan juga persetujuan dari parlemen Eropa.

Seperti kata Tusk, bola ada di tangan Inggris. Namun, Inggris sendiri masih dalam kegamangan melangkah. May sendiri menegaskan, pihaknya tetap menginginkan keterkaitan ekonomi sedekat mungkin dengan UE.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Desakan UE untuk Percepat Brexit".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger