Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 01 September 2016

TAJUK RENCANA: Tragedi Mediterania (Kompas)

Bulan Mei sampai Agustus merupakan puncak musim panas di Eropa, dan menjadi puncak tragedi di Laut Mediterania.

Kapal-kapal milik Angkatan Laut Italia dan juga milik organisasi nonpemerintah berjibaku menyelamatkan arus migran yang mengalir dari pesisir Libya menuju daratan Italia. Dalam sepekan ini, Pemerintah Italia telah menyelamatkan 10.000 migran yang terapung-apung di laut.

Seperti juga Yunani, Italia menjadi pintu masuk utama migran untuk menyeberang ke "tanah harapan" Eropa. Jika mayoritas migran yang menuju Yunani (dari pesisir Turki) berasal dari Suriah, Afganistan, dan Irak, mayoritas migran yang masuk Italia berasal dari Afrika. Migran asal Gambia, Nigeria, Somalia, dan Guinea menyelamatkan diri dari perang. Sementara yang lari dari kekerasan dan kelaparan datang dari Eritrea dan Etiopia. Semuanya bertemu di Libya.

Sejak tergulingnya kekuasaan Moammar Khadafy pada 2011, Libya berubah menjadi negeri tanpa hukum. Kelompok milisi berebut pengaruh lewat penindasan dan kekerasan. Para migran yang umumnya harus melewati perjalanan berbahaya melewati gurun selama berhari-hari setelah sampai di Libya menjadi obyek kekerasan dan pemerasan kaum milisi.

Ribuan dari mereka ditampung di bangunan tanpa jendela dengan makanan seadanya. Setelah menunggu sebulan dan dengan biaya sangat mahal, mereka dijejalkan di kapal-kapal yang melebihi kapasitas. Laporan PBB menyebutkan, pada tahun 2015 bisnis penyelundupan manusia di Libya "menghasilkan" 170 juta dollar AS.

Di Laut Mediterania, tak semua migran beruntung bisa mencapai Italia. Banyak perahu yang sudah terguling sebelum masuk dalam radar kapal penyelamat di perairan Italia. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menengarai, tahun ini saja ada sekitar 3.000 migran, termasuk anak-anak, yang tewas di Mediterania dalam perjalanan dari pesisir Libya.

Mereka yang beruntung sampai di Italia bukan berarti masa depannya akan lebih baik. Pada tahun ini sudah 105.342 migran yang ditampung di Sisilia, menambah jumlah yang ada sebelumnya menjadi 400.000 orang. Italia kewalahan menampung dan memproses suaka. Apalagi, banyak negara Uni Eropa yang menolak berbagi beban. Seperti apa kondisi penampungan di Italia, tak banyak yang tahu karena media sulit memperoleh akses masuk.

Salah satu upaya yang dilakukan UE adalah bekerja sama dengan otoritas Libya untuk lebih dulu mencegat migran yang ingin menyeberang. Sedikitnya 3.500 migran kini ditahan di penjara resmi Libya. Namun, seperti yang dilaporkan sejumlah organisasi kemanusiaan, mereka mengalami perlakuan buruk di tahanan. Tak ada tempat aman. Di darat, di gurun, dan di laut, para migran dihadang risiko kematian.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Tragedi Mediterania".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger