Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 03 Oktober 2016

Bandara "Tjong A Fie" Medan//Pelintasan Kereta//Lampu Lalu Lintas untuk Ceger//Tentang Knalpot (Surat Pembaca Kompas)

Bandara "Tjong A Fie" Medan

Perkenankan saya menanggapi Bapak Jarihat Simarmata di Pematang Siantar (Surat Pembaca Kompas, 10/8/2016) tentang Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Sejak Presiden Joko Widodo mencanangkan Danau Toba sebagai destinasi wisata utama Indonesia, yang berlangsung pada acara Pesta Danau Toba baru-baru ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara wajib berbenah di semua sektor, termasuk di bandar udara sebagai pintu utama.

Saya yang lahir di Pematang Siantar setuju usulan Bapak Simarmata untuk mengganti nama Bandara Kualanamu yang jelas-jelas tidak menjual dengan nama Raja Sisingamangaraja XII atau nama lain yang "menantang".

Setidaknya ada enam pemuka Sumatera Utara yang layak jual menggantikan nama Kualanamu: Raja Sisingamangaraja XII, Sultan Deli, Tjong A Fie, Tumpal Dorianus Pardede, Marah Halim Harahap, dan Kamarudin Panggabean.

Semua nama di atas sangat berjasa di bidangnya dan pantas diabadikan namanya sebagai bentuk penghormatan. Dari nama-nama tersebut, saya memilih Tjong A Fie dengan alasan sangat fenomenal.

Tjong A Fie (1860-1921) kelahiran Guangdong, Tiongkok, turut berjasa membangun Kota Medan (Deli Tua) dan jaringan kereta api di Sumatera Utara. Ia dikenal sangat dermawan. Bahkan, sebelum meninggal, 4 Februari 1921, ia berwasiat agar mendirikan yayasan untuk mengelola hartanya sehingga dapat dipakai membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa melihat suku, ras, dan agama.

Nama besar Tjong A Fie bisa melahirkan rasa memiliki bagi masyarakat Tionghoa sekaligus menjadi penggugah orang-orang Tionghoa dari seluruh penjuru dunia untuk berbondong-bondong ke Sumatera Utara dan Indonesia umumnya, baik sebagai wisatawan maupun calon investor.

Bukankah hampir seperlima penduduk dunia orang Tionghoa? Bukankah pertumbuhan ekonomi Tiongkok tertinggi di dunia? Hampir semua destinasi wisata dunia mengarahkan radar ke Tiongkok, mengapa kita tidak?

ZULKIFLY SH, PONDOK PEKAYON INDAH, BEKASI, JAWA BARAT 17148

Pelintasan Kereta

Saya berangkat dan pulang dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta selalu melewati pelintasan kereta api Lenteng Agung dan Universitas Pancasila. Saya prihatin karena jalanan pelintasan KA ataupun palangnya dalam kondisi memprihatinkan.

Aspalnya berlubang sehingga membuat pengguna lintasan kereta api harus berhati-hati melewatinya. Palang keretanya juga sudah kurang layak. Semoga PT KAI bisa segera memperbaiki kerusakan itu.

BUNGA PRESTIKA, JALAN YONZIKON, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN 12640

Lampu Lalu Lintas untuk Ceger

Lampu lalu lintas bisa menjadi solusi kemacetan karena mengatur pengendara jadi tertib berlalu lintas. Karena itu, saya mohon kepada pihak berwenang memasang lampu pengatur lalu lintas di persimpangan Jalan Raya Ceger, Cipayung, Jakarta Timur.

Di Jalan Raya Ceger yang mengarah ke Bambu Apus dan Cipayung itu sering terjadi kemacetan. Apalagi, tidak jauh dari persimpangan tersebut terdapat sekolah internasional Korea yang menambah kemacetan pada pagi dan sore hari.

Walaupun tidak jarang ada petugas polisi yang mengatur lalu lintas di persimpangan Ceger dan Cipayung, juga lampu yang mengingatkan agar berhati-hati pada persimpangan tersebut, upaya itu masih kurang efektif.

Alangkah baiknya apabila di setiap persimpangan yang berada di wilayah Ceger ataupun Cipayung disediakan lampu pengatur lalu lintas untuk mengurangi kemacetan dan pengendara lebih disiplin dalam berlalu lintas.

DIMAS ARYANTI, JALAN H SIUN, CEGER, CIPAYUNG, JAKARTA TIMUR

Tentang Knalpot

Kompas (22/9) memuat surat pembaca "Knalpot Mendongak" sama seperti keluhan saya yang dimuat pada 16 Januari 2016.

Karena produsen yang membuat knalpot mengarah ke atas, maka produsen harus memasang penghalang di ujung knalpot agar asap tidak ke atas. Produsen bisa bekerja sama dengan bengkel resmi sehingga sepeda motor baru yang keluar sudah dengan knalpot yang berpenghalang.

ZULHAM, JALAN PALA BARAT 6 NOMOR 441, TEGAL

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger