Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 01 Oktober 2016

Dosa-dosa Partai Politik (HERDI SAHRASAD)

Lebih dari 15tahun reformasi telah membuat kita makin mengetahui dosa demi dosa partai-partaipolitik. Harapan masyarakat agar partai politik merealisasikanvisi-misi reformasisejauh ini tidak terwujud.

Parpol secara kasatmata hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri, seperti merebut kuasa dan uang serta menaikkan gaji dan tunjangan DPR/DPRD serta fasilitas lainnya, di tengahkehidupan rakyat yang makin miskin dan menderita. Merekalebih menikmati "politik dagang sapi" yang hanya menambah masalah bagi rakyat yang sudah dilanda kelesuan ("krisis") ekonomi. Akibatnya,partai politik dilihat rakyatmengandung banyak kelemahan dan kemudaratan, sementara tiadanya kepemimpinan sipil yang tangguh dan visioner kian membuat rakyatkecewa danpesimistis terhadap demokrasi formal dan prosedural saat ini.

Pemerintah yang dibentuk partai-partai berdasarkan hasil Pemilu 2014,yang terbuka dan demokratis, ironisnya terbukti tidak menghasilkan good governance. Yang dihasilkan justru pemerintahan yang lembek, bimbang, dan tak efektif.

Bagi rakyat, keadaan seperti ini jadi dilematis: hendak mendukung pemerintah, tetapi pemerintahnyatanya tak mampu membereskan keterpurukan bangsa. Namun, kalau pemerintah diganti, meminjam perspektifmendiang Moeslim Abdurrahman, cendekiawan Muslim, mekanisme politiknya sulit karena partai politik dan pemerintah sesungguhnya merupakankonspirasi politik elite yang sama, hanya berbeda posisi. Sudah tentu hal ini jauh dari konsep trias politika, apalagi dari sistem politik keseimbangan, yakni terjadinya saling kontrol dan imbang (checks and balances) di mana ada partai yang berkuasa dan ada oposisi yang efektif menjalankan kontrol demokratis.

Walhasil, proses konsolidasi demokrasi era Joko Widodo-Jusuf Kalla, sebagaimana era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),agar terbentuk demokrasi yang kuat belum tercapai, bahkan sempatdiwarnai"demo turunkan presiden'' oleh mahasiswa, pekerja, danaktivis demokrasi.

Demokrasiyang kuatseringdiartikan sebagai demokrasiyang tingkatpertumbuhan ekonominya tinggi,adanya kelas menengah yang luas dan relatif sejahtera, kelompok-kelompok yang mandiri/otonom,berlakunya supremasi hukum,dan budaya politik toleran, bersedia berdialog danberkompromi.

Dalam pandangan Juan Linz dan Alfred Stepan, demokrasi kuatmemerlukan penunjang utama, yakninegara yang berdaulat dan civil society yang kuat. Hal ini karenatanpa negara berdaulat dancivil society yang tangguh dan kuat, tak akan ada demokrasi substansial, tetapi demokrasi prosedural belaka. Salah satu komponennegara berdaulatadalah suatu pemerintah yang berfungsi, credible dancapable,yang mampu mengatasi masalah dan tantangan yang dihadapi.Ini pun belum kita punyai.

Enam dosa parpol

Di Indonesia, dewasa ini, sungguh celaka dan menyedihkan bahwa parpol ternyata justru banyak berbuat dosa karena banyak melakukan kesalahan.

Pertama, parpol tak membangun kultur demokrasi substansial, tapi lebih mementingkan aspek proseduraldanlegal- formal. Parpol juga tidak melakukan pendidikan politik yang baik dan kondusif bagi warga masyarakat, terutama pendidikan bagi konstituennya mengenai nilai-nilai dan cita-cita politik partai bersangkutan. Karena tidakmemiliki fungsi ini, parpol sulit mencari kader yang berkualitas, baik dari segi visi-misi, komitmen, karakter dan perilaku, maupun keterampilan dalam mengemban kepercayaan rakyat.

Kedua, parpol tak melaksanakan perekrutan politik yang dilakukan melalui seleksi dan kompetisi yang jujur dan adil secara demokratis. Tiadanya fungsi inimembuat parpol sulit memiliki elite partai atau kader yang bisa dipercaya untuk duduk dalam jabatan publik dan parlemen. Perekrutan politik bisanya hanya karena dukungan para petinggi partaisehingga secara internal mereka tidak mempunyai basis politik yang kuat.

Ketiga, parpol tak mendorong partisipasi politik warga masyarakat dalam proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan publik yang menyangkut kepentingan mayoritas rakyat. Parpol juga tidak memberi jaminan atas kepentingan minoritas yang kalah dalam pemilihan umum. Dalam konteks pemilihan kepala daerah, fungsi ini tak dilaksanakan sehingga partisipasi politik masyarakat tidaklah meningkat dari yang sekarang ini, yang mungkin hanya berkisar 60 persen dari jumlah pemilih.

Keempat, parpol tidak menyalurkan aspirasi dan tak memadukan aspirasi masyarakat yang berbeda-beda. Parpol tak mengelola kepentingan yang berbeda untuk dirumuskan jadi kebijakan umum,kecuali kepentingan elite partai yang dikompromikan sehingga parpol bercorak elitis dan penuh kepentingan bercokol.

Kelima, parpol amat minim atau bahkan tidak melakukan komunikasi politik dengan baik. Fungsi yang sangat penting ini tidak dilakukan parpol secara memadai sehingga komunikasi politik sebagai proses informasi timbal balik di antara warga masyarakat tidak berjalan.

Keenam, parpol tak mengelola konflik sehinggasering terjadi benturan kekerasan atau kerusuhan sosialdi kalangan kelompok masyarakat yang memperjuangkan kepentingannya. Parpol bahkan tak punya mekanisme dan aturan-aturan yang ditetapkan sehingga konflik dalam masyarakat demokratis sulit dipecahkan dandiselesaikan secara damai. Kasus kerusuhan di Tanjung Balai (Sumut) dan Tolikara (Papua) mengindikasikan itu.

Kerumunan politik

Akibatnya, partai-partaipolitik lebih mirip dengan kerumunan politik, ditandai dengan ciri-ciri yang oleh peneliti J Kristiadi dipaparkan sebagai berikut.

Pertama, partai-partaipolitik sangat berorientasi pada kekuasaan. Akibatnya, mereka selalu dirundung konflik internal yang berlarut-larut karena urusan perebutan memperoleh kekuasaan adalah bisnis utama mereka. Cita-cita politik hanya secara seremonial dicantumkan dalam visi dan misi tanpa secara konsisten dijabarkan dan dilaksanakan.

Kedua, partai-partaipolitik menjadikan kekuatan massa sebagai andalan utama merebut kedudukan politik. Kalau perlu, rakyat diprovokasi untuk melakukan kekerasan jika kalah dalam memperebutkan kedudukan. Bahkan, tidak segan-segan memanipulasi semangat primordial sebagai instrumen politik yang dapat mengakibatkan konflik politik menjadi konflik komunal dan konflik identitas.

Ketiga, partai-partaipolitik membangun oligarki politik, baik di dalam tubuh organisasi maupun bersama-sama dengan lembaga-lembaga politik lain, mulai dari tingkat pusat sampai daerah. Tujuannya agar para elite di dalam organisasi yang disebut partai itu semakin berkuasa. Kalau perlu, produk undang-undang dimanipulasi atau dipelintir agar mereka tetap dapat mengamankan kekuasaannya.

Keempat, partai-partai politikbersifat feodalistik atau sentralistik; semua keputusan organisasi pada dasarnya dilakukan pimpinan pusat, termasuk proses pemilihanwakil-wakil rakyat dan kepala-kepala daerah (J Kristiadi, CSIS,2008).

Akibatnya, rakyat mulai mengidap gejala "emoh partai'' dan acapkali mengambil jalannya sendiri dalam menyampaikan aspirasi serta mengatasi konflik dan masalah sosial-ekonomi. Sebagianmasyarakat mengambil sikap apatis, memilih golput atau membisu, sebagai suatu bentuk perlawanan kultural.

Lebih dari 15 tahun reformasi, kita seakan diingatkan kembali oleh mendiang Daniel S Lev (Indonesianis University of Washington, AS),yang berpendapat bahwadi era reformasi,Indonesia masihterjerembab ke dalam state power embroglio(kerancuan dan kelemahan kekuasaan negara) yang menyebabkankinerja lembaga-lembaga negara dan institusi hukum dan politiktidak efektif dan tak efisien, kinerjanya buruk dan sarat korupsi-kolusi-nepotisme, sehingga kehilangan kepercayaan dan menjadi sinisme masyarakat luas.

Oleh sebab itu, partai-partai politik harus berbenah diri, mereformasi dari dalam dan mawas diri agar mampu menjadi parpol yang amanah dan profesional, bukan amatiran yang menakutkan dan mencemaskan. Wallahualam.

HERDI SAHRASAD, ASSOCIATE DIRECTORTHE MEDIA INSTITUTE DAN PUSAT STUDI ISLAM DAN KENEGARAAN UNIVERSITAS PARAMADINA, PENGAJAR

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Dosa-dosa Partai Politik".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger