Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 07 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Menunggu ”Bom” Assange (Kompas)

Bagi rakyat AS dan juga pendukung capres dari Partai Republik, Donald Trump, pekan-pekan mendatang akan menjadi hari yang ditunggu.

Mereka menanti janji pendiri Wikileaks Julian Assange yang, menurut rencana, akan membocorkan 1 juta dokumen rahasia yang terkait dengan pemilihan presiden, Google, perang, dan isu sensitif lainnya. Dokumen itu akan dibocorkan setiap pekan sampai akhir tahun ini.

Yang ketar-ketir tentulah kubu Hillary Clinton, yang sudah merasakan getahnya ketika Wikileaks Juli lalu membocorkan sekitar 20.000 surat elektronik internal Partai Demokrat, yang berisi, antara lain, menunjukkan pemihakan para pemimpin Demokrat terhadap Hillary. Hal ini membuat pendukung Bernie Sanders berang dan berjanji tak akan memilih Hillary. Isu ini dengan susah payah "diselesaikan" lewat rekonsiliasi di Konvensi Partai Demokrat.

Kini, pada saat Hillary menghadapi masa kritis, pemilu tinggal lima pekan lagi, sementara jajak pendapat menunjukkan kedua calon relatif sama kuat, terjangan dari Wikileaks dikhawatirkan akan menggoyahkan keyakinan pemilih, khususnya mereka yang masih bimbang dengan pilihannya, yang jumlahnya cukup besar.

Apa yang membuat Hillary dan pemerintahan AS seperti menjadi target Assange? Assange menilai Pemerintah AS itu hipokrit. Di satu sisi menggurui dunia tentang nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, tetapi perilakunya menunjukkan karakter sebaliknya. Dengan kekuatan intelijen dan militernya, AS bisa memaksa negara-negara lain bertindak sesuai keinginan Washington, termasuk memburu orang-orang seperti Assange. Hillary masuk dalam "daftar" Assange karena ia pernah menjadi Menteri Luar Negeri AS.

Assange banyak dibela, tetapi juga dicerca, karena dokumen bocorannya bisa dimanfaatkan oleh lawan politik AS ataupun pihak-pihak yang namanya terpapar. Hillary, misalnya, merasa yakin bahwa Rusia memanfaatkan dokumen-dokumen tersebut untuk kepentingan politiknya.

Perkembangan pesat dunia digital sangat memungkinkan perseteruan "asimetris" seperti ini. Assange sendiri harus menerima konsekuensinya. Selama empat tahun, ia terkurung di ruangan kecil di Kedutaan Besar Ekuador di Inggris, yang memberinya suaka politik. Kedubes itu dijaga selama 24 jam oleh polisi Inggris. Assange akan ditangkap begitu melangkah keluar dari halaman kedubes.

Nasib yang mirip juga dialami peretas genius lainnya, seperti Edward Snowden dan Chelsea Manning. Snowden memperoleh suaka dari Rusia, sementara Manning dijatuhi hukuman 35 tahun penjara.

Kita ikut menunggu "bom" apa yang akan digulirkan Wikileaks dan dampaknya bagi politik AS.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Menunggu "Bom" Assange".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger