Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 26 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Menurunkan Harga Gas (Kompas)

Upaya menurunkan harga gas belum tuntas, setahun setelah paket kebijakan ekonomi III diluncurkan. Sejumlah industri tergantung gas telanjur mati.

Paket kebijakan ekonomi III yang terbit awal Oktober 2015 bertujuan menurunkan biaya listrik serta harga BBM dan gas, selain memperluas penerima kredit usaha rakyat dan penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal. Dari paket menekan biaya, yang belum terlaksana adalah penurunan harga gas dan tarif listrik untuk industri tertentu.

Harga gas tinggi menjadi masalah bagi daya saing produk industri manufaktur kita bertahun-tahun. Harga gas kita tertinggi di ASEAN walaupun Indonesia memiliki cadangan gas terbesar ke-14 di dunia. Bahkan negara tetangga Malaysia menawarkan harga gas lebih murah begitu mengetahui upaya Pemerintah RI menurunkan harga gas.

Pemerintah menginginkan penurunan harga terjadi di hulu, yaitu mulai dari harga yang dibeli dari kontraktor, seperti diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Dalam peraturan ini, pemerintah mengurangi bagiannya agar harga gas industri lebih kompetitif. Harga yang lebih murah dirancang berlaku mulai 1 Januari 2016.

Peraturan presiden tersebut akan menyebabkan penerimaan negara berkurang Rp 16,5 triliun karena pendapatan negara bukan pajak dan Pajak Penghasilan tidak ditarik di hulu. Namun, kompensasi dari turunnya harga gas hingga 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU) adalah tumbuhnya 10 jenis industri, termasuk industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet, seperti diatur Perpres No 40/2016. Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, nilai industri menjadi Rp 1.440 triliun apabila pemanfaatan industri naik menjadi 80 persen dari 60 persen saat ini karena harga gas yang lebih bersaing.

Dengan hitungan tersebut, kita mengharapkan negara memanen manfaat berganda dari industri dan lapangan kerja yang bertumbuh setelah harga gas lebih kompetitif.

Pengurangan bagian pemerintah barulah salah satu mata rantai pembentuk harga. Yang juga perlu diefisienkan, seperti disebutkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, adalah mata rantai distribusi hingga ke industri pengguna gas.

Kita menginginkan pemerintah juga bersikap tegas pada mata rantai distribusi, izin usaha niaga hanya diberikan kepada mereka yang terbukti memiliki kemampuan.

Kita ingin apa yang diperjuangkan dalam reformasi, yaitu menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme juga terjadi di sektor ekonomi gas dan yang berhubungan dengan kekayaan alam. Jangan praktik sama terus terjadi, tetapi pemainnya berbeda, dengan mengorbankan rakyat.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Menurunkan Harga Gas".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger